Monday, September 7, 2015

Analisa Ragam Budaya


Indonesia adalah Negara kesatuan NKRI yang kaya akan keanekaragaman budaya nya. Keanekaragaman budaya yang terbentang dari Sabang sampai Merauke adalah warisan kebudayaan yang tak ternilai harganya. Semua keanekaragaman tersebut bersatu padu menjadi satu kesatuan Kebudayaan Nasional Indonesia. Analisa Ragam Budaya terdiri dari :


  • Ragam Lisan.
  • Ragam Tulisan.
  • Ragam Sosial.
  • Ragam Fungsional.
  • Ragam Jurnalis.
  • Ragam Bahasa Yang Baik dan Benar.


Ragam Lisan

Ragam bahasa lisan adalah bahan yang dihasilkan alat ucap (organ of speech) dengan fonem sebagai unsur dasar. Dalam ragam lisan kita berurusan dengan tata bahasa, kosakata, dan lafal. Dalam ragam bahasa lisan ini pembicara dapat memanfaatkan tinggi rendah suara atau tekanan, air muka, gerak tangan atau isyarat untuk mengungkapkan ide. Contoh ragam lisan antara lain meliputi sebagai berikut :
-          Ragam bahasa cakapan.
-          Ragam bahasa pidato.
-          Ragam bahasa kuliah.
-          Ragam bahasa panggung.

Ciri-ciri ragam bahasa lisan antara lain :
a.    Memerlukan kehadiran orang lain.
b.    Unsur gramatikal tidak dinyatakan secara lengkap.
c.    Terikat ruang dan waktu.
d.    Dipengaruhi oleh tinggi rendahnya suara.

Kelebihan ragam bahasa lisan :
a.    Dapat disesuaikan dengan situasi.
b.    Faktor efisiensi.
c.    Faktor kejelasan, karena pembicara menambahkan unsur lain berupa tekanan dan gerak anggota badan agar pendengar mengerti apa yang dikatakan seperti situasi, mimik dan gerak-gerak pembicara.
d.    Faktor kecepatan, pembicara segera melihat reaksi pendengar terhadap apa yang dibicarakannya.
e.    Lebih bebas bentuknya karena faktor situasi yang memperjelas pengertian bahasa yang dituturkan oleh penutur.
f.     Penggunaan bahasa lisan bisa berdasarkan pengetahuan dan penafsiran dari informasi audit, visual dan kognitif.

Kelemahan ragam bahasa lisan :
a.    Bahasa lisan berisi beberapa kalimat yang tidak lengkap, bahkan terdapat frase-frase sederhana.
b.    Penutur sering mengulangi beberapa kalimat.
c.    Tidak semua orang bisa melakukan bahasa lisan.
d.    Aturan-aturan bahasa yang dilakukan tidak formal.

Ragam Tulisan

Ragam bahasa tulis adalah bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsur dasarnya. Dalam ragam tulis, kita berurusan dengan tata cara penulisan (ejaan) di samping aspek tata bahasa dan kosakata. Dengan kata lain dalam ragam bahasa tulis, kita dituntut adanya kelengkapan unsur tata bahasa seperti bentuk kata ataupun susunan kalimat, ketepatan pilihan kata, kebenaran penggunaan ejaan, dan penggunaan tanda baca dalam mengungkapkan ide. Contoh ragam lisan antara lain meliputi sebagai berikut :
-          Ragam bahasa teknis.
-          Ragam bahasa undang-undang.
-          Ragam bahasa catatan.
-          Ragam bahasa surat.

Ciri-ciri ragam bahasa tulis :
a.    Tidak memerlukan kehadiran orang lain.
b.    Unsur gramatikal dinyatakan secara lengkap.
c.    Tidak terikat ruang dan waktu
d.    Dipengaruhi oleh tanda baca atau ejaan.

Kelebihan ragam bahasa tulis :
a.    Informasi yang disajikan bisa dipilih untuk dikemas sebagai media atau materi yang menarik dan menyenangkan.
b.    Umumnya memiliki kedekatan budaya dengan kehidupan masyarakat.
c.    Sebagai sarana memperkaya kosakata.
d.    Dapat digunakan untuk menyampaikan maksud, membeberkan informasi atau mengungkap unsur-unsur emosi sehingga mampu mencanggihkan wawasan pembaca.

Kelemahan ragam bahasa tulis :
a.    Alat atau sarana yang memperjelas pengertian seperti bahasa lisan itu tidak ada akibatnya bahasa tulisan harus disusun lebih sempurna.
b.    Tidak mampu menyajikan berita secara lugas, jernih dan jujur, jika harus mengikuti kaidah-kaidah bahasa yang dianggap cenderung miskin daya pikat dan nilai jual.
c.    Yang tidak ada dalam bahasa tulisan tidak dapat diperjelas atau ditolong, oleh karena itu dalam bahasa tulisan diperlukan keseksamaan yang lebih besar.

Ragam Sosial

Ragam Sosial adalah ragam bahasa yang sebagian norma dan kaidahnya didasarkan atas kesepakatan bersama dalam lingkungan sosial yang lebih kecil dalam masyarakat.

Ragam Fungsional

Ragam Fungsional adalah ragam bahasa yang dikaitkan dengan profesi, lembaga, lingkungan kerja, atau kegiatan tertentu lainnya.

Ragam Jurnalis

Ragam Jurnalis adalah salah satu varian dari ragam bahasa Indonesia merupakan ragam bahasa yang digunakan oleh para jurnalis atau wartawan dalam menulis karya-karya jurnalistik. Karena  memiliki keter-batasan ruang dan waktu, maka ragam bahasa jurnalistik dituntut untuk selalu berpegang pada rinsip kepadatan, keefektifan, dan kejelasan.

Ragam Bahasa Yang Baik dan Benar

Definisi Ragam Bahasa Yang Baik dan Benar
Ragam Bahasa yang baik dan benar adalah varian dari sebuah bahasa menurut pemakaian. Berbeda dengan dialek yaitu varian dari sebuah bahasa menurut pemakai. Variasi tersebut bisa berbentuk dialek, aksen, laras, gaya, atau berbagai variasi sosiolinguistik lain, termasuk variasi bahasa baku itu sendiri. Variasi di tingkat leksikon seperti slang dan argot sering dianggap terkait dengan gaya atau tingkat formalitas tertentu meskipun penggunaannya kadang juga dianggap sebagai suatu variasi atau ragam tersendiri.

Jenis Ragam Bahasa
Berdasarkan pokok pembicaraannya, ragam bahasa dibedakan menjadi :
-          Ragam bahasa undang-undang.
-          Ragam bahasa jurnalistik.
-          Ragam bahasa ilmiah.
-          Ragam bahasa sastra.
Berdasarkan media pembicaraannya, ragam bahasa dibedakan atas :
1.      Ragam lisan yang antara lain meliputi :
-          Ragam bahasa cakapan.
-          Ragam bahasa pidato.
-          Ragam bahasa kuliah.
-          Ragam bahasa panggung.

2.      Ragam tulis yang antara lain meliputi :
-          Ragam bahasa teknis.
-          Ragam bahasa undang-undang.
-          Ragam bahasa catatan.
-          Ragam bahasa surat.

Ragam bahasa menurut hubungan antarpembicara dibedakan menurut akrab tidaknya pembicara, yaitu terdiri atas :
-          Ragam bahasa resmi.
-          Ragam bahasa akrab.
-          Ragam bahasa agak resmi.
-          Ragam bahasa santai.
-          dan sebagainya.

Referensi :
http://id.wikipedia.org/wiki/Ragam_bahasa
http://imamsetiyantoro.wordpress.com/tag/ragam-lisan/
http://adjienurrohman.blogspot.com/2010/04/ragam-sosial-dan-ragam-fungsional.html
http://najmadewie.blogspot.com/2012/12/ragam-bahasa-jurnalistik.html

Analisa Ragam Budaya

Analisa Ragam Budaya


Indonesia adalah Negara kesatuan NKRI yang kaya akan keanekaragaman budaya nya. Keanekaragaman budaya yang terbentang dari Sabang sampai Merauke adalah warisan kebudayaan yang tak ternilai harganya. Semua keanekaragaman tersebut bersatu padu menjadi satu kesatuan Kebudayaan Nasional Indonesia. Analisa Ragam Budaya terdiri dari :


  • Ragam Lisan.
  • Ragam Tulisan.
  • Ragam Sosial.
  • Ragam Fungsional.
  • Ragam Jurnalis.
  • Ragam Bahasa Yang Baik dan Benar.


Ragam Lisan

Ragam bahasa lisan adalah bahan yang dihasilkan alat ucap (organ of speech) dengan fonem sebagai unsur dasar. Dalam ragam lisan kita berurusan dengan tata bahasa, kosakata, dan lafal. Dalam ragam bahasa lisan ini pembicara dapat memanfaatkan tinggi rendah suara atau tekanan, air muka, gerak tangan atau isyarat untuk mengungkapkan ide. Contoh ragam lisan antara lain meliputi sebagai berikut :
-          Ragam bahasa cakapan.
-          Ragam bahasa pidato.
-          Ragam bahasa kuliah.
-          Ragam bahasa panggung.

Ciri-ciri ragam bahasa lisan antara lain :
a.    Memerlukan kehadiran orang lain.
b.    Unsur gramatikal tidak dinyatakan secara lengkap.
c.    Terikat ruang dan waktu.
d.    Dipengaruhi oleh tinggi rendahnya suara.

Kelebihan ragam bahasa lisan :
a.    Dapat disesuaikan dengan situasi.
b.    Faktor efisiensi.
c.    Faktor kejelasan, karena pembicara menambahkan unsur lain berupa tekanan dan gerak anggota badan agar pendengar mengerti apa yang dikatakan seperti situasi, mimik dan gerak-gerak pembicara.
d.    Faktor kecepatan, pembicara segera melihat reaksi pendengar terhadap apa yang dibicarakannya.
e.    Lebih bebas bentuknya karena faktor situasi yang memperjelas pengertian bahasa yang dituturkan oleh penutur.
f.     Penggunaan bahasa lisan bisa berdasarkan pengetahuan dan penafsiran dari informasi audit, visual dan kognitif.

Kelemahan ragam bahasa lisan :
a.    Bahasa lisan berisi beberapa kalimat yang tidak lengkap, bahkan terdapat frase-frase sederhana.
b.    Penutur sering mengulangi beberapa kalimat.
c.    Tidak semua orang bisa melakukan bahasa lisan.
d.    Aturan-aturan bahasa yang dilakukan tidak formal.

Ragam Tulisan

Ragam bahasa tulis adalah bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsur dasarnya. Dalam ragam tulis, kita berurusan dengan tata cara penulisan (ejaan) di samping aspek tata bahasa dan kosakata. Dengan kata lain dalam ragam bahasa tulis, kita dituntut adanya kelengkapan unsur tata bahasa seperti bentuk kata ataupun susunan kalimat, ketepatan pilihan kata, kebenaran penggunaan ejaan, dan penggunaan tanda baca dalam mengungkapkan ide. Contoh ragam lisan antara lain meliputi sebagai berikut :
-          Ragam bahasa teknis.
-          Ragam bahasa undang-undang.
-          Ragam bahasa catatan.
-          Ragam bahasa surat.

Ciri-ciri ragam bahasa tulis :
a.    Tidak memerlukan kehadiran orang lain.
b.    Unsur gramatikal dinyatakan secara lengkap.
c.    Tidak terikat ruang dan waktu
d.    Dipengaruhi oleh tanda baca atau ejaan.

Kelebihan ragam bahasa tulis :
a.    Informasi yang disajikan bisa dipilih untuk dikemas sebagai media atau materi yang menarik dan menyenangkan.
b.    Umumnya memiliki kedekatan budaya dengan kehidupan masyarakat.
c.    Sebagai sarana memperkaya kosakata.
d.    Dapat digunakan untuk menyampaikan maksud, membeberkan informasi atau mengungkap unsur-unsur emosi sehingga mampu mencanggihkan wawasan pembaca.

Kelemahan ragam bahasa tulis :
a.    Alat atau sarana yang memperjelas pengertian seperti bahasa lisan itu tidak ada akibatnya bahasa tulisan harus disusun lebih sempurna.
b.    Tidak mampu menyajikan berita secara lugas, jernih dan jujur, jika harus mengikuti kaidah-kaidah bahasa yang dianggap cenderung miskin daya pikat dan nilai jual.
c.    Yang tidak ada dalam bahasa tulisan tidak dapat diperjelas atau ditolong, oleh karena itu dalam bahasa tulisan diperlukan keseksamaan yang lebih besar.

Ragam Sosial

Ragam Sosial adalah ragam bahasa yang sebagian norma dan kaidahnya didasarkan atas kesepakatan bersama dalam lingkungan sosial yang lebih kecil dalam masyarakat.

Ragam Fungsional

Ragam Fungsional adalah ragam bahasa yang dikaitkan dengan profesi, lembaga, lingkungan kerja, atau kegiatan tertentu lainnya.

Ragam Jurnalis

Ragam Jurnalis adalah salah satu varian dari ragam bahasa Indonesia merupakan ragam bahasa yang digunakan oleh para jurnalis atau wartawan dalam menulis karya-karya jurnalistik. Karena  memiliki keter-batasan ruang dan waktu, maka ragam bahasa jurnalistik dituntut untuk selalu berpegang pada rinsip kepadatan, keefektifan, dan kejelasan.

Ragam Bahasa Yang Baik dan Benar

Definisi Ragam Bahasa Yang Baik dan Benar
Ragam Bahasa yang baik dan benar adalah varian dari sebuah bahasa menurut pemakaian. Berbeda dengan dialek yaitu varian dari sebuah bahasa menurut pemakai. Variasi tersebut bisa berbentuk dialek, aksen, laras, gaya, atau berbagai variasi sosiolinguistik lain, termasuk variasi bahasa baku itu sendiri. Variasi di tingkat leksikon seperti slang dan argot sering dianggap terkait dengan gaya atau tingkat formalitas tertentu meskipun penggunaannya kadang juga dianggap sebagai suatu variasi atau ragam tersendiri.

Jenis Ragam Bahasa
Berdasarkan pokok pembicaraannya, ragam bahasa dibedakan menjadi :
-          Ragam bahasa undang-undang.
-          Ragam bahasa jurnalistik.
-          Ragam bahasa ilmiah.
-          Ragam bahasa sastra.
Berdasarkan media pembicaraannya, ragam bahasa dibedakan atas :
1.      Ragam lisan yang antara lain meliputi :
-          Ragam bahasa cakapan.
-          Ragam bahasa pidato.
-          Ragam bahasa kuliah.
-          Ragam bahasa panggung.

2.      Ragam tulis yang antara lain meliputi :
-          Ragam bahasa teknis.
-          Ragam bahasa undang-undang.
-          Ragam bahasa catatan.
-          Ragam bahasa surat.

Ragam bahasa menurut hubungan antarpembicara dibedakan menurut akrab tidaknya pembicara, yaitu terdiri atas :
-          Ragam bahasa resmi.
-          Ragam bahasa akrab.
-          Ragam bahasa agak resmi.
-          Ragam bahasa santai.
-          dan sebagainya.

Referensi :
http://id.wikipedia.org/wiki/Ragam_bahasa
http://imamsetiyantoro.wordpress.com/tag/ragam-lisan/
http://adjienurrohman.blogspot.com/2010/04/ragam-sosial-dan-ragam-fungsional.html
http://najmadewie.blogspot.com/2012/12/ragam-bahasa-jurnalistik.html

Kecerdasan Otak Manusia


Manusia diciptakan oleh Tuhan dengan kecerdasan otak yang berbeda – beda antara satu manusia dengan manusia yang lainnya. Kecerdasan atau yang biasa dikenal dengan IQ adalah istilah umum yang digunakan untuk menjelaskan sifat pikiran yang mencakup sejumlah kemampuan, seperti halnya kemampuan menalar, merencanakan,  memecahkan masalah, berpikir abstrak, memahami gagasan, menggunakan bahasa, dan belajar. Kecerdasan erat kaitannya dengan kemampuan kognitif yang dimiliki oleh masing - masing individu. Kecerdasan dapat diukur dengan menggunakan alat psikometri yang biasa disebut sebagai tes IQ. Ada juga pendapat yang menyatakan bahwa IQ merupakan usia mental yang dimiliki manusia berdasarkan perbandingan usia kronologis.

Definisi Kecerdasan
Ada beberapa cara untuk mendefinisikan kecerdasan otak setiap individu manusia. Dalam beberapa kasus, kecerdasan bisa termasuk kreativitas,  kepribadian,  watak,  pengetahuan,  atau kebijaksanaan. Namun, beberapa psikolog tak memasukkan hal-hal tersebut dalam kerangka definisi kecerdasan. Kecerdasan biasanya merujuk pada kemampuan atau kapasitas mental dalam berpikir.

Struktur Kecerdasan
Menurut L.L. Thurstone
Kecerdasan dapat dibagi dua yaitu kecerdasan umum biasa disebut sebagai faktor-g maupun kecerdasan spesifik. Akan tetapi pada dasarnya kecerdasan dapat dipilah-pilah. Berikut ini pembagian spesifikasi kecerdasan menurut L.L. Thurstone:
  • Pemahaman dan kemampuan verbal
  •  Angka dan hitungan
  • Kemampuan visual
  • Daya ingat
  • Penalaran
  • Kecepatan perseptual

Skala Wechsler yang umum dipergunakan untuk mendapatkan taraf kecerdasan membagi kecerdasan menjadi dua kelompok besar yaitu kemampuan kecerdasan verbal (VIQ) dan kemampuan kecerdasan tampilan (PIQ).
Menurut Howard Gardner
Sedangkan menurut Howard Gardner, seorang psikolog terkemuka dari Universitas Harvard, menyatakan ada delapan kecerdasan yang dimiliki oleh manusia, diantaranya adalah sebagai berikut :

 Kecerdasan Linguistik
Orang yang memiliki kecerdasan ini merupakan seseorang yang pandai mengolah kata-kata saat berbicara maupun menulis. Orang tipe ini biasanya gemar mengisi TTS, bermain scrable, membaca, dan bisa mengartikan bahasa tulisan dengan jelas. Jika orang memiliki kecerdasan ini, maka pekerjaan yang cocok adalah jurnalis, penyair, atau pengacara.

 Kecerdasan Matematik atau Logika
Tipe kecerdasan ini adalah orang yang memiliki kecerdasan dalam hal angka dan logika. Mereka mudah membuat klasifikasi dan kategorisasi, berpikir dalam pola sebab akibat, menciptakan hipotesis, dan pandangan hidupnya bersifat rasional. Pekerjaan yang cocok jika memiliki kecerdasan ini adalah ilmuwan, akuntan, atau progammer.

Kecerdasan Spasial
Mereka yang termasuk ke dalam tipe ini memiliki kepekaan tajam untuk visual, keseimbangan, warna, garis, bentuk, dan ruang. Selain itu, mereka juga pandai membuat sketsa ide dengan jelas. Pekerjaan yang cocok untuk tipe kecerdasan ini adalah arsitek, fotografer, desainer, pilot, atau insinyur.

Kecerdasan Kinetik dan Jasmani
Orang tipe ini mampu mengekspresikan gagasan dan perasaan. Mereka menyukai olahraga dan berbagai kegiatan yang mengandalkan fisik. Pekerjaan yang cocok untuk mereka adalah atlet, pengrajin, montir, dan penjahit.

Kecerdasan Musikal
Mereka yang termasuk ke dalam tipe ini mampu mengembangkan, mengekspresikan, dan menikmati bentuk musik dan suara. Ciri-ciri orang yang memiliki kecerdasan musikal yaitu suka bersiul, mudah menghafal nada lagu yang baru didengar, menguasai salah satu alat musik tertentu, peka terhadap suara sumbang, dan gemar bekerja sambil bernyanyi. Pekerjaan yang cocok untuk mereka adalah penyanyi atau pencipta lagu.

Kecerdasan Interpersonal
Orang tipe ini biasanya mengerti dan peka terhadap perasaan, intensi, motivasi, watak, dan temperamen orang lain. Selain itu, mereka juga mampu menjalin kontak mata dengan baik, menghadapi orang lain dengan penuh perhatian, dan mendorong orang lain menyampaikan kisahnya. Pekerjaan yang cocok untuk orang tipe ini antara lain networker, negosiator, atau guru.

Kecerdasan Intrapersonal
Orang tipe ini memiliki kecerdasan pengetahuan akan diri sendiri dan mampu bertindak secara adaptif berdasarkan pengenalan diri. Ciri-cirinya yaitu suka bekerja sendiri, cenderung cuek, sering mengintropeksi diri, dan mengerti kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Pekerjaan yang cocok untuk mereka yaitu konselor atau teolog.

Kecerdasan Naturalis
Orang yang memiliki kecerdasan ini mampu memahami dan menikmati alam dan menggunakannya secara produktif serta mengembangkan pengetahuannya mengenai alam. Ciri-ciri orang yang memiliki kecerdasan ini yaitu mencintai lingkungan, mampu mengenali sifat dan tingkah laku hewan, dan senang melakukan kegiatan di luar atau alam. Kecerdasan ini biasanya dimiliki oleh petani, nelayan, pendaki, dan pemburu.

Faktor Yang Memengaruhi Kecerdasan
Beberapa faktor yang memengaruhi kecerdasan manusia adalah sebagai berikut, yaitu:

Faktor Bawaan atau Biologis
Dimana faktor ini ditentukan oleh sifat yang dibawa sejak lahir. Batas kesanggupan atau kecakapan seseorang dalam memecahkan masalah, antara lain ditentukan oleh faktor bawaan.

Faktor Minat dan Pembawaan yang Khas
Dimana minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu.

Faktor Pembentukan atau Lingkungan
Dimana pembentukan adalah segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan inteligensi.

Faktor Kematangan
Dimana tiap organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan.

Faktor Kebebasan
Hal ini berarti manusia dapat memilih metode tertentu dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Di samping kebebasan memilih metode, juga bebas dalam memilih masalah yang sesuai dengan kebutuhannya.

Pengukuran Taraf Kecerdasan
Salah satu uji kecerdasan yang diterima luas ialah berdasarkan pada uji psikometrik atau IQ. Pengukuran kecerdasan dilakukan dengan menggunakan tes tertulis atau tes tampilan (performance test) atau saat ini berkembang pengukuran dengan alat bantu komputer. Alat uji kecerdasan yang biasa di pergunakan adalah :
  • Stanford-Binnet intelligence scale
  • Wechsler scales yang terbagi menjadi beberapa turunan alat uji seperti :
  • WB (untuk dewasa)
  • WAIS (untuk dewasa versi lebih baru)
  • WISC (untuk anak usia sekolah)
  • WPPSI (untuk anak pra sekolah)
  • IST
  • TIKI (alat uji kecerdasan Khas Indonesia)
  • FRT
  • PM-60, PM Advance


Referensi :
http://id.wikipedia.org/wiki/Kecerdasan

Kecerdasan Otak Manusia

Kecerdasan Otak Manusia


Manusia diciptakan oleh Tuhan dengan kecerdasan otak yang berbeda – beda antara satu manusia dengan manusia yang lainnya. Kecerdasan atau yang biasa dikenal dengan IQ adalah istilah umum yang digunakan untuk menjelaskan sifat pikiran yang mencakup sejumlah kemampuan, seperti halnya kemampuan menalar, merencanakan,  memecahkan masalah, berpikir abstrak, memahami gagasan, menggunakan bahasa, dan belajar. Kecerdasan erat kaitannya dengan kemampuan kognitif yang dimiliki oleh masing - masing individu. Kecerdasan dapat diukur dengan menggunakan alat psikometri yang biasa disebut sebagai tes IQ. Ada juga pendapat yang menyatakan bahwa IQ merupakan usia mental yang dimiliki manusia berdasarkan perbandingan usia kronologis.

Definisi Kecerdasan
Ada beberapa cara untuk mendefinisikan kecerdasan otak setiap individu manusia. Dalam beberapa kasus, kecerdasan bisa termasuk kreativitas,  kepribadian,  watak,  pengetahuan,  atau kebijaksanaan. Namun, beberapa psikolog tak memasukkan hal-hal tersebut dalam kerangka definisi kecerdasan. Kecerdasan biasanya merujuk pada kemampuan atau kapasitas mental dalam berpikir.

Struktur Kecerdasan
Menurut L.L. Thurstone
Kecerdasan dapat dibagi dua yaitu kecerdasan umum biasa disebut sebagai faktor-g maupun kecerdasan spesifik. Akan tetapi pada dasarnya kecerdasan dapat dipilah-pilah. Berikut ini pembagian spesifikasi kecerdasan menurut L.L. Thurstone:
  • Pemahaman dan kemampuan verbal
  •  Angka dan hitungan
  • Kemampuan visual
  • Daya ingat
  • Penalaran
  • Kecepatan perseptual

Skala Wechsler yang umum dipergunakan untuk mendapatkan taraf kecerdasan membagi kecerdasan menjadi dua kelompok besar yaitu kemampuan kecerdasan verbal (VIQ) dan kemampuan kecerdasan tampilan (PIQ).
Menurut Howard Gardner
Sedangkan menurut Howard Gardner, seorang psikolog terkemuka dari Universitas Harvard, menyatakan ada delapan kecerdasan yang dimiliki oleh manusia, diantaranya adalah sebagai berikut :

 Kecerdasan Linguistik
Orang yang memiliki kecerdasan ini merupakan seseorang yang pandai mengolah kata-kata saat berbicara maupun menulis. Orang tipe ini biasanya gemar mengisi TTS, bermain scrable, membaca, dan bisa mengartikan bahasa tulisan dengan jelas. Jika orang memiliki kecerdasan ini, maka pekerjaan yang cocok adalah jurnalis, penyair, atau pengacara.

 Kecerdasan Matematik atau Logika
Tipe kecerdasan ini adalah orang yang memiliki kecerdasan dalam hal angka dan logika. Mereka mudah membuat klasifikasi dan kategorisasi, berpikir dalam pola sebab akibat, menciptakan hipotesis, dan pandangan hidupnya bersifat rasional. Pekerjaan yang cocok jika memiliki kecerdasan ini adalah ilmuwan, akuntan, atau progammer.

Kecerdasan Spasial
Mereka yang termasuk ke dalam tipe ini memiliki kepekaan tajam untuk visual, keseimbangan, warna, garis, bentuk, dan ruang. Selain itu, mereka juga pandai membuat sketsa ide dengan jelas. Pekerjaan yang cocok untuk tipe kecerdasan ini adalah arsitek, fotografer, desainer, pilot, atau insinyur.

Kecerdasan Kinetik dan Jasmani
Orang tipe ini mampu mengekspresikan gagasan dan perasaan. Mereka menyukai olahraga dan berbagai kegiatan yang mengandalkan fisik. Pekerjaan yang cocok untuk mereka adalah atlet, pengrajin, montir, dan penjahit.

Kecerdasan Musikal
Mereka yang termasuk ke dalam tipe ini mampu mengembangkan, mengekspresikan, dan menikmati bentuk musik dan suara. Ciri-ciri orang yang memiliki kecerdasan musikal yaitu suka bersiul, mudah menghafal nada lagu yang baru didengar, menguasai salah satu alat musik tertentu, peka terhadap suara sumbang, dan gemar bekerja sambil bernyanyi. Pekerjaan yang cocok untuk mereka adalah penyanyi atau pencipta lagu.

Kecerdasan Interpersonal
Orang tipe ini biasanya mengerti dan peka terhadap perasaan, intensi, motivasi, watak, dan temperamen orang lain. Selain itu, mereka juga mampu menjalin kontak mata dengan baik, menghadapi orang lain dengan penuh perhatian, dan mendorong orang lain menyampaikan kisahnya. Pekerjaan yang cocok untuk orang tipe ini antara lain networker, negosiator, atau guru.

Kecerdasan Intrapersonal
Orang tipe ini memiliki kecerdasan pengetahuan akan diri sendiri dan mampu bertindak secara adaptif berdasarkan pengenalan diri. Ciri-cirinya yaitu suka bekerja sendiri, cenderung cuek, sering mengintropeksi diri, dan mengerti kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Pekerjaan yang cocok untuk mereka yaitu konselor atau teolog.

Kecerdasan Naturalis
Orang yang memiliki kecerdasan ini mampu memahami dan menikmati alam dan menggunakannya secara produktif serta mengembangkan pengetahuannya mengenai alam. Ciri-ciri orang yang memiliki kecerdasan ini yaitu mencintai lingkungan, mampu mengenali sifat dan tingkah laku hewan, dan senang melakukan kegiatan di luar atau alam. Kecerdasan ini biasanya dimiliki oleh petani, nelayan, pendaki, dan pemburu.

Faktor Yang Memengaruhi Kecerdasan
Beberapa faktor yang memengaruhi kecerdasan manusia adalah sebagai berikut, yaitu:

Faktor Bawaan atau Biologis
Dimana faktor ini ditentukan oleh sifat yang dibawa sejak lahir. Batas kesanggupan atau kecakapan seseorang dalam memecahkan masalah, antara lain ditentukan oleh faktor bawaan.

Faktor Minat dan Pembawaan yang Khas
Dimana minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu.

Faktor Pembentukan atau Lingkungan
Dimana pembentukan adalah segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan inteligensi.

Faktor Kematangan
Dimana tiap organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan.

Faktor Kebebasan
Hal ini berarti manusia dapat memilih metode tertentu dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Di samping kebebasan memilih metode, juga bebas dalam memilih masalah yang sesuai dengan kebutuhannya.

Pengukuran Taraf Kecerdasan
Salah satu uji kecerdasan yang diterima luas ialah berdasarkan pada uji psikometrik atau IQ. Pengukuran kecerdasan dilakukan dengan menggunakan tes tertulis atau tes tampilan (performance test) atau saat ini berkembang pengukuran dengan alat bantu komputer. Alat uji kecerdasan yang biasa di pergunakan adalah :
  • Stanford-Binnet intelligence scale
  • Wechsler scales yang terbagi menjadi beberapa turunan alat uji seperti :
  • WB (untuk dewasa)
  • WAIS (untuk dewasa versi lebih baru)
  • WISC (untuk anak usia sekolah)
  • WPPSI (untuk anak pra sekolah)
  • IST
  • TIKI (alat uji kecerdasan Khas Indonesia)
  • FRT
  • PM-60, PM Advance


Referensi :
http://id.wikipedia.org/wiki/Kecerdasan
Analisa Perkembangan Bahasa Indonesia

Kronologi
Bahasa Indonesia adalah bahasa Melayu yang dijadikan sebagai bahasa resmi Republik Indonesia dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia diresmikan penggunaannya setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tepatnya sehari sesudahnya, bersamaan dengan mulai berlakunya konstitusi. Di Timor Leste, bahasa Indonesia berstatus sebagai bahasa kerja.
Dari sudut pandang linguistik, bahasa Indonesia adalah salah satu dari banyak ragam bahasa Melayu. Dasar yang dipakai adalahbahasa Melayu Riau (wilayah Kepulauan Riau sekarang) dari abad ke-19. Dalam perkembangannya ia mengalami perubahan akibat penggunaanya sebagai bahasa kerja di lingkungan administrasi kolonial dan berbagai proses pembakuan sejak awal abad ke-20. Penamaan "Bahasa Indonesia" diawali sejak dicanangkannya Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, untuk menghindari kesan "imperialisme bahasa" apabila nama bahasa Melayu tetap digunakan. Proses ini menyebabkan berbedanya Bahasa Indonesia saat ini dari varian bahasa Melayu yang digunakan di Riau maupun Semenanjung Malaya. Hingga saat ini, Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang hidup, yang terus menghasilkan kata-kata baru, baik melalui penciptaan maupun penyerapan dari bahasa daerah dan bahasa asing.
Meskipun dipahami dan dituturkan oleh lebih dari 90% warga Indonesia, Bahasa Indonesia bukanlah bahasa ibu bagi kebanyakan penuturnya. Sebagian besar warga Indonesia menggunakan salah satu dari 748 bahasa yang ada di Indonesia sebagai bahasa ibu. Penutur Bahasa Indonesia kerap kali menggunakan versi sehari-hari (kolokial) dan/atau mencampuradukkan dengan dialek Melayu lainnya atau bahasa ibunya. Meskipun demikian, Bahasa Indonesia digunakan sangat luas di perguruan-perguruan, di media massa, sastra, perangkat lunak, surat-menyurat resmi, dan berbagai forum publik lainnya, sehingga dapatlah dikatakan bahwa Bahasa Indonesia digunakan oleh semua warga Indonesia.
Fonologi dan tata bahasa Bahasa Indonesia dianggap relatif mudah. Dasar-dasar yang penting untuk komunikasi dasar dapat dipelajari hanya dalam kurun waktu beberapa minggu.

Balai Pustaka
Balai Pustaka adalah sebuah perusahaan penerbitan dan percetakan milik negara. Balai Pustaka didirikan dengan nama Commissie voor de Volkslectuur (bahasa Belanda : "Komisi untuk Bacaan Rakyat") oleh pemerintah Hindia-Belanda pada tanggal 14 September 1908. Commissie voor de Volkslectuur kemudian berubah menjadi "Balai Poestaka" pada tanggal 22 September 1917. Balai Pustaka menerbitkan kira-kira 350 judul buku per tahun yang meliputi kamus, buku referensi, keterampilan, sastra, sosial, politik, agama, ekonomi, dan penyuluhan.

Tujuan Penerbitan

Tujuan didirikannya Balai Pustaka ialah untuk mengembangkan bahasa-bahasa daerah utama di Hindia-Belanda. Bahasa-bahasa ini adalah bahasa Jawa, bahasa Sunda, bahasa Melayu, dan bahasa Madura.
Ada visi alternatif yang menyebutkan bahwa pendiriannya kala itu konon untuk mengantisipasi tingginya gejolak perjuangan bangsa Indonesia yang hanya bisa disalurkan lewat karya-karya tulisan. Berbagai tulisan masyarakat anti-Belanda bermunculan di koran-koran daerah skala kecil, sehingga perusahaan penerbitan ini lalu didirikan Belanda dengan tujuan utama untuk meredam dan mengalihkan gejolak perjuangan bangsa Indonesia lewat media tulisan dan menyalurkan nya secara lebih manusiawi sehingga tidak bertentangan dengan kepentingan Belanda di Indonesia.
Tujuan lain yang dilakukan oleh Komisi Bacaan Rakyat (KBR) yaitu menerjemahkan atau menyadur hasil sastra Eropa hal ini juga bertujuan agar rakyat Indonesia buta terhadap informasi yang berkembang di negaranya sendiri.
Tidak semua usaha yang dilakukan oleh (BKR) negatif. usaha usaha yang positif antara lain: mengadakan perpustakaan di tiap-tiap sekolah, mengadakan peminjaman buku-buku dengan tarif murah secara teratur, memberikan bantuan kepada usaha-usaha swasta untuk menyelenggarakan taman bacaan, menerbitkan majalah-majalah Sari Pustaka dan Panji Pustaka dalam bahasa Melayu Kejawen dalam bahasa Jawa, dan majalah Parahiangan dalam bahasa Sunda.
Langkah maju yang dilakukan KBR, yang telah berhasil sebagai pencetak, penerbit, dan penjual majalah, adalah mengubah KBR menjadi Yayasan Resmi Balai Pustaka pada tahun 1917.
Salah satu novel dalam bahasa Melayu terbitan Balai Pustaka kala itu yang ternama berjudul Siti Noerbaja karangan Marah Roesli, seorang penulis dari Minangkabau.
Di era itu juga menjadi penanda penyebaran sastra Jawa Modern. Jumlah buku berbahasa Jawa lebih banyak dibandingkan yang berbahasa Melayu. Dari penelusuran George Quinn, pada katalog Balai Pustaka di 1920, ada 40 buku berbahasa Madura, 80 judul berbahasa Melayu, hampir 100 buku berbahasa Sunda, dan hampir 200 berbahasa Jawa. Pada tahun ini pula lahir novel Serat Rijantokarangan Raden Bagoes Soelardi yang menjadi tonggak sastra Jawa modern.

Taman Bacaan Masyarakat
Pada tahun 1908 Pemerintah mendirikan sebuah badan penerbit buku-buku bacaan yang diberi nama Commissie voor de Volkslectuur (Taman Bacaan Rakyat), yang kemudian pada tahun 1917 ia diubah menjadi Balai Pustaka. Balai itu membantu penyebaran bahasa Melayu di kalangan masyarakat luas.

Ejaan Suandi ( Ejaan Soewandi ) / Ejaan Republik
Ejaan ini diresmikan pada tanggal 19 Maret 1947 menggantikan ejaan sebelumnya. Ejaan ini juga dikenal dengan nama ejaan Soewandi. Ciri-ciri ejaan ini yaitu :
1.     Huruf oe diganti dengan u pada kata-kata guru, itu, umur, dsb.
2.     Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k pada kata-kata tak, pak, rakjat, dsb.
3.     Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2 seperti pada kanak2, ber-jalan2, ke-barat2-an.
4.     Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mendampinginya.

SEJARAH PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA

Perkembangan Bahasa Indonesia Sebelum kemerdekaan

Berdasarkan sejarah yang telah tersirat bahwa bangsa Indonesia memiliki menjadikan bahasa melayu sebagai bahasa persatuan bangsa. Dengan munculnya Kerajaan Sriwijaya (dari abad ke-7 Masehi) memakai bahasa Melayu (sebagai bahasa Melayu Kuna) sebagai bahasa kenegaraan. Hal ini diketahui dari beberapa prasasti, diantaranya:

Tulisan yang terdapat pada batu nisan di Minye Tujoh, Aceh pada tahun 1380 M.
Prasasti Kedukan Bukit, di Palembang, pada tahun 683.
Prasasti Talang Tuwo, di Palembang, pada tahun 684.
Prasasti Kota Kapur, di Bangka Barat, pada tahun 686.
Prasasti Karang Brahi Bangko, Merangi, Jambi, pada tahun 688.

Pada abad ke-15 berkembang bentuk yang dianggap sebagai bentuk resmi bahasa Melayu karena dipakai oleh Kesultanan Malaka, yang kelak disebut sebagai bahasa Melayu Tinggi. Penggunaannya terbatas di kalangan keluarga kerajaan di sekitar Sumatera, Jawa, dan Semenanjung Malaya.

Pada akhir abad ke-19 pemerintah kolonial Hindia-Belanda melihat bahwa bahasa Melayu (Tinggi) dapat dipakai untuk membantu administrasi bagi kalangan pegawai pribumi. Pada periode ini mulai terbentuklah “bahasa Indonesia” yang secara perlahan terpisah dari bentuk semula bahasa Melayu Riau-Johor. Bahasa Melayu di Indonesia kemudian digunakan sebagai lingua franca (bahasa pergaulan), namun pada waktu itu belum banyak yang menggunakannya sebagai bahasa ibu. Bahasa ibu masih menggunakan bahasa daerah yang jumlahnya mencapai 360 bahasa.

Pada pertengahan 1800-an, Alfred Russel Wallace menuliskan di bukunya Malay Archipelago bahwa “penghuni Malaka telah memiliki suatu bahasa tersendiri yang bersumber dari cara berbicara yang paling elegan dari negara-negara lain, sehingga bahasa orang Melayu adalah yang paling indah, tepat, dan dipuji di seluruh dunia Timur. Bahasa mereka adalah bahasa yang digunakan di seluruh Hindia Belanda.”

Pada awal abad ke-20, bahasa Melayu pecah menjadi dua. Di tahun 1901, Indonesia di bawah Belanda mengadopsi ejaan Van Ophuijsen sedangkan pada tahun 1904 Malaysia di bawah Inggris mengadopsi ejaan Wilkinson.

Perkembangan Bahasa Indonesia Setelah Kemerdekaan

Berhubung dengan menyebar Bahasa Melayu ke pelosok nusantara bersamaan dengan menyebarnya agama islam di wilayah nusantara. Serta makin berkembang dan bertambah kokoh keberadaannya, karena bahasa Melayu mudah diterima oleh masyarakat nusantara sebagai bahasa perhubungan antar pulau, antar suku, antar pedagang, antar bangsa dan antar kerajaan.

Perkembangan bahasa Melayu di wilayah nusantara mempengaruhi dan mendorong tumbuhnya rasa persaudaraan dan rasa persatuan bangsa Indonesia oleh karena itu para pemuda Indonesia yang tergabung dalam perkumpulan pergerakan secara sadar mengangkat bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia yang menjadi bahasa persatuan untuk seluruh bangsa Indonesia. Hal ini terbukti dengan lahirnya sumpah pemuda pada tanggal 28 oktober 1928 yang mengiikrarkan satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa yang semuanya dengan nama Indonesia. Adapun isi dari sumpah pemuda itu adalah sebagai berikut:

Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia.
Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
Kami putra dan putri Indonesia menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia.

Dengan lahirnya sumpah pemuda Bahasa Indonesia secara resmi diakui sebagai bahasa nasional. Penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa nasional atas usulan Muhammad Yamin, seorang politikus, sastrawan, dan ahli sejarah. Dalam pidatonya pada Kongres Nasional kedua di Jakarta, Yamin mengatakan bahwa : “Jika mengacu pada masa depan bahasa-bahasa yang ada di Indonesia dan kesusastraannya, hanya ada dua bahasa yang bisa diharapkan menjadi bahasa persatuan yaitu bahasa Jawa dan Melayu. Tapi dari dua bahasa itu, bahasa Melayulah yang lambat laun akan menjadi bahasa pergaulan atau bahasa persatuan.“

Peristiwa-peristiwa penting dalam perkembangan bahasa Indonesia

Pada tahun 1901 disusunlah ejaan resmi bahasa Melayu oleh Ch. A. van Ophuijsen dan ia dimuat dalam Kitab Logat Melayu.
Pada tahun 1908 Pemerintah mendirikan sebuah badan penerbit buku-buku bacaan yang diberi nama Commissie voor de Volkslectuur (Taman Bacaan Rakyat), yang kemudian pada tahun 1917 ia diubah menjadi Balai Pustaka. Balai itu membantu penyebaran bahasa Melayu di kalangan masyarakat luas.
Tanggal 28 Oktober 1928 merupakan saat-saat yang paling menentukan dalam perkembangan bahasa Indonesia karena pada tanggal itulah para pemuda pilihan mamancangkan tonggak yang kukuh untuk perjalanan bahasa Indonesia.
Pada tahun 1933 secara resmi berdirilah sebuah angkatan sastrawan muda yang menamakan dirinya sebagai Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisyahbana dan kawan-kawan.
Pada tanggal 25-28 Juni 1938 dilangsungkanlah Kongres Bahasa Indonesia I di Solo. Dari hasil kongres itu dapat disimpulkan bahwa usaha pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia telah dilakukan secara sadar oleh cendekiawan dan budayawan Indonesia saat itu.
Pada tanggal 18 Agustus 1945 ditandatanganilah Undang-Undang Dasar RI 1945, yang salah satu pasalnya (Pasal 36) menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara.
Pada tanggal 19 Maret 1947 diresmikan penggunaan Ejaan Republik (Ejaan Soewandi) sebagai pengganti Ejaan van Ophuijsen yang berlaku sebelumnya.
Kongres Bahasa Indonesia II di Medan pada tanggal 28 Oktober s.d. 2 November 1954 juga salah satu perwujudan tekad bangsa Indonesia untuk terus-menerus menyempurnakan bahasa Indonesia yang diangkat sebagai bahasa kebangsaan dan ditetapkan sebagai bahasa negara.
Pada tanggal 16 Agustus 1972 H. M. Soeharto, Presiden Republik Indonesia, meresmikan penggunaan Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD) melalui pidato kenegaraan di hadapan sidang DPR yang dikuatkan pula dengan Keputusan Presiden No. 57, tahun 1972.

10. Pada tanggal 31 Agustus 1972 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah resmi berlaku di seluruh wilayah Indonesia (Wawasan Nusantara).

11. Kongres Bahasa Indonesia III yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 28 Oktober s.d. 2 November 1978 merupakan peristiwa penting bagi kehidupan bahasa Indonesia. Kongres yang diadakan dalam rangka memperingati Sumpah Pemuda yang ke-50 ini selain memperlihatkan kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan bahasa Indonesia sejak tahun 1928, juga berusaha memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia.

12. Kongres bahasa Indonesia IV diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 21-26 November 1983. Ia diselenggarakan dalam rangka memperingati hari Sumpah Pemuda yang ke-55. Dalam putusannya disebutkan bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia harus lebih ditingkatkan sehingga amanat yang tercantum di dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara, yang mewajibkan kepada semua warga negara Indonesia untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, dapat tercapai semaksimal mungkin.

13. Kongres bahasa Indonesia V di Jakarta pada tanggal 28 Oktober s.d. 3 November 1988. Ia dihadiri oleh kira-kira tujuh ratus pakar bahasa Indonesia dari seluruh Nusantara (sebutan bagi negara Indonesia) dan peserta tamu dari negara sahabat seperti Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, Belanda, Jerman, dan Australia. Kongres itu ditandatangani dengan dipersembahkannya karya besar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa kepada pencinta bahasa di Nusantara, yakni Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.

14. Kongres Bahasa Indonesia VI di Jakarta pada tanggal 28 Oktober s.d. 2 November 1993. Pesertanya sebanyak 770 pakar bahasa dari Indonesia dan 53 peserta tamu dari mancanegara meliputi Australia, Brunei Darussalam, Jerman, Hongkong, India, Italia, Jepang, Rusia, Singapura, Korea Selatan, dan Amerika Syarikat. Kongres mengusulkan agar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa ditingkatkan statusnya menjadi Lembaga Bahasa Indonesia, serta mengusulkan disusunnya Undang-Undang Bahasa Indonesia.

15. Kongres Bahasa Indonesia VII diselenggarakan di Hotel Indonesia, Jakarta pada tanggal 26-30 Oktober 1998. Kongres itu mengusulkan dibentuknya Badan Pertimbangan Bahasa dengan ketentuan sebagai berikut:

Keanggotaannya terdiri dari tokoh masyarakat dan pakar yang mempunyai kepedulian terhadap bahasa dan sastra.
Tugasnya memberikan nasihat kepada Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa serta mengupayakan peningkatan status kelembagaan Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Referensi :
https://www.facebook.com/permalink.php?id=133613866725964&story_fbid=402277266526288



Analisa Perkembangan Bahasa Indonesia

Analisa Perkembangan Bahasa Indonesia

Kronologi
Bahasa Indonesia adalah bahasa Melayu yang dijadikan sebagai bahasa resmi Republik Indonesia dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia diresmikan penggunaannya setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tepatnya sehari sesudahnya, bersamaan dengan mulai berlakunya konstitusi. Di Timor Leste, bahasa Indonesia berstatus sebagai bahasa kerja.
Dari sudut pandang linguistik, bahasa Indonesia adalah salah satu dari banyak ragam bahasa Melayu. Dasar yang dipakai adalahbahasa Melayu Riau (wilayah Kepulauan Riau sekarang) dari abad ke-19. Dalam perkembangannya ia mengalami perubahan akibat penggunaanya sebagai bahasa kerja di lingkungan administrasi kolonial dan berbagai proses pembakuan sejak awal abad ke-20. Penamaan "Bahasa Indonesia" diawali sejak dicanangkannya Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, untuk menghindari kesan "imperialisme bahasa" apabila nama bahasa Melayu tetap digunakan. Proses ini menyebabkan berbedanya Bahasa Indonesia saat ini dari varian bahasa Melayu yang digunakan di Riau maupun Semenanjung Malaya. Hingga saat ini, Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang hidup, yang terus menghasilkan kata-kata baru, baik melalui penciptaan maupun penyerapan dari bahasa daerah dan bahasa asing.
Meskipun dipahami dan dituturkan oleh lebih dari 90% warga Indonesia, Bahasa Indonesia bukanlah bahasa ibu bagi kebanyakan penuturnya. Sebagian besar warga Indonesia menggunakan salah satu dari 748 bahasa yang ada di Indonesia sebagai bahasa ibu. Penutur Bahasa Indonesia kerap kali menggunakan versi sehari-hari (kolokial) dan/atau mencampuradukkan dengan dialek Melayu lainnya atau bahasa ibunya. Meskipun demikian, Bahasa Indonesia digunakan sangat luas di perguruan-perguruan, di media massa, sastra, perangkat lunak, surat-menyurat resmi, dan berbagai forum publik lainnya, sehingga dapatlah dikatakan bahwa Bahasa Indonesia digunakan oleh semua warga Indonesia.
Fonologi dan tata bahasa Bahasa Indonesia dianggap relatif mudah. Dasar-dasar yang penting untuk komunikasi dasar dapat dipelajari hanya dalam kurun waktu beberapa minggu.

Balai Pustaka
Balai Pustaka adalah sebuah perusahaan penerbitan dan percetakan milik negara. Balai Pustaka didirikan dengan nama Commissie voor de Volkslectuur (bahasa Belanda : "Komisi untuk Bacaan Rakyat") oleh pemerintah Hindia-Belanda pada tanggal 14 September 1908. Commissie voor de Volkslectuur kemudian berubah menjadi "Balai Poestaka" pada tanggal 22 September 1917. Balai Pustaka menerbitkan kira-kira 350 judul buku per tahun yang meliputi kamus, buku referensi, keterampilan, sastra, sosial, politik, agama, ekonomi, dan penyuluhan.

Tujuan Penerbitan

Tujuan didirikannya Balai Pustaka ialah untuk mengembangkan bahasa-bahasa daerah utama di Hindia-Belanda. Bahasa-bahasa ini adalah bahasa Jawa, bahasa Sunda, bahasa Melayu, dan bahasa Madura.
Ada visi alternatif yang menyebutkan bahwa pendiriannya kala itu konon untuk mengantisipasi tingginya gejolak perjuangan bangsa Indonesia yang hanya bisa disalurkan lewat karya-karya tulisan. Berbagai tulisan masyarakat anti-Belanda bermunculan di koran-koran daerah skala kecil, sehingga perusahaan penerbitan ini lalu didirikan Belanda dengan tujuan utama untuk meredam dan mengalihkan gejolak perjuangan bangsa Indonesia lewat media tulisan dan menyalurkan nya secara lebih manusiawi sehingga tidak bertentangan dengan kepentingan Belanda di Indonesia.
Tujuan lain yang dilakukan oleh Komisi Bacaan Rakyat (KBR) yaitu menerjemahkan atau menyadur hasil sastra Eropa hal ini juga bertujuan agar rakyat Indonesia buta terhadap informasi yang berkembang di negaranya sendiri.
Tidak semua usaha yang dilakukan oleh (BKR) negatif. usaha usaha yang positif antara lain: mengadakan perpustakaan di tiap-tiap sekolah, mengadakan peminjaman buku-buku dengan tarif murah secara teratur, memberikan bantuan kepada usaha-usaha swasta untuk menyelenggarakan taman bacaan, menerbitkan majalah-majalah Sari Pustaka dan Panji Pustaka dalam bahasa Melayu Kejawen dalam bahasa Jawa, dan majalah Parahiangan dalam bahasa Sunda.
Langkah maju yang dilakukan KBR, yang telah berhasil sebagai pencetak, penerbit, dan penjual majalah, adalah mengubah KBR menjadi Yayasan Resmi Balai Pustaka pada tahun 1917.
Salah satu novel dalam bahasa Melayu terbitan Balai Pustaka kala itu yang ternama berjudul Siti Noerbaja karangan Marah Roesli, seorang penulis dari Minangkabau.
Di era itu juga menjadi penanda penyebaran sastra Jawa Modern. Jumlah buku berbahasa Jawa lebih banyak dibandingkan yang berbahasa Melayu. Dari penelusuran George Quinn, pada katalog Balai Pustaka di 1920, ada 40 buku berbahasa Madura, 80 judul berbahasa Melayu, hampir 100 buku berbahasa Sunda, dan hampir 200 berbahasa Jawa. Pada tahun ini pula lahir novel Serat Rijantokarangan Raden Bagoes Soelardi yang menjadi tonggak sastra Jawa modern.

Taman Bacaan Masyarakat
Pada tahun 1908 Pemerintah mendirikan sebuah badan penerbit buku-buku bacaan yang diberi nama Commissie voor de Volkslectuur (Taman Bacaan Rakyat), yang kemudian pada tahun 1917 ia diubah menjadi Balai Pustaka. Balai itu membantu penyebaran bahasa Melayu di kalangan masyarakat luas.

Ejaan Suandi ( Ejaan Soewandi ) / Ejaan Republik
Ejaan ini diresmikan pada tanggal 19 Maret 1947 menggantikan ejaan sebelumnya. Ejaan ini juga dikenal dengan nama ejaan Soewandi. Ciri-ciri ejaan ini yaitu :
1.     Huruf oe diganti dengan u pada kata-kata guru, itu, umur, dsb.
2.     Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k pada kata-kata tak, pak, rakjat, dsb.
3.     Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2 seperti pada kanak2, ber-jalan2, ke-barat2-an.
4.     Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mendampinginya.

SEJARAH PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA

Perkembangan Bahasa Indonesia Sebelum kemerdekaan

Berdasarkan sejarah yang telah tersirat bahwa bangsa Indonesia memiliki menjadikan bahasa melayu sebagai bahasa persatuan bangsa. Dengan munculnya Kerajaan Sriwijaya (dari abad ke-7 Masehi) memakai bahasa Melayu (sebagai bahasa Melayu Kuna) sebagai bahasa kenegaraan. Hal ini diketahui dari beberapa prasasti, diantaranya:

Tulisan yang terdapat pada batu nisan di Minye Tujoh, Aceh pada tahun 1380 M.
Prasasti Kedukan Bukit, di Palembang, pada tahun 683.
Prasasti Talang Tuwo, di Palembang, pada tahun 684.
Prasasti Kota Kapur, di Bangka Barat, pada tahun 686.
Prasasti Karang Brahi Bangko, Merangi, Jambi, pada tahun 688.

Pada abad ke-15 berkembang bentuk yang dianggap sebagai bentuk resmi bahasa Melayu karena dipakai oleh Kesultanan Malaka, yang kelak disebut sebagai bahasa Melayu Tinggi. Penggunaannya terbatas di kalangan keluarga kerajaan di sekitar Sumatera, Jawa, dan Semenanjung Malaya.

Pada akhir abad ke-19 pemerintah kolonial Hindia-Belanda melihat bahwa bahasa Melayu (Tinggi) dapat dipakai untuk membantu administrasi bagi kalangan pegawai pribumi. Pada periode ini mulai terbentuklah “bahasa Indonesia” yang secara perlahan terpisah dari bentuk semula bahasa Melayu Riau-Johor. Bahasa Melayu di Indonesia kemudian digunakan sebagai lingua franca (bahasa pergaulan), namun pada waktu itu belum banyak yang menggunakannya sebagai bahasa ibu. Bahasa ibu masih menggunakan bahasa daerah yang jumlahnya mencapai 360 bahasa.

Pada pertengahan 1800-an, Alfred Russel Wallace menuliskan di bukunya Malay Archipelago bahwa “penghuni Malaka telah memiliki suatu bahasa tersendiri yang bersumber dari cara berbicara yang paling elegan dari negara-negara lain, sehingga bahasa orang Melayu adalah yang paling indah, tepat, dan dipuji di seluruh dunia Timur. Bahasa mereka adalah bahasa yang digunakan di seluruh Hindia Belanda.”

Pada awal abad ke-20, bahasa Melayu pecah menjadi dua. Di tahun 1901, Indonesia di bawah Belanda mengadopsi ejaan Van Ophuijsen sedangkan pada tahun 1904 Malaysia di bawah Inggris mengadopsi ejaan Wilkinson.

Perkembangan Bahasa Indonesia Setelah Kemerdekaan

Berhubung dengan menyebar Bahasa Melayu ke pelosok nusantara bersamaan dengan menyebarnya agama islam di wilayah nusantara. Serta makin berkembang dan bertambah kokoh keberadaannya, karena bahasa Melayu mudah diterima oleh masyarakat nusantara sebagai bahasa perhubungan antar pulau, antar suku, antar pedagang, antar bangsa dan antar kerajaan.

Perkembangan bahasa Melayu di wilayah nusantara mempengaruhi dan mendorong tumbuhnya rasa persaudaraan dan rasa persatuan bangsa Indonesia oleh karena itu para pemuda Indonesia yang tergabung dalam perkumpulan pergerakan secara sadar mengangkat bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia yang menjadi bahasa persatuan untuk seluruh bangsa Indonesia. Hal ini terbukti dengan lahirnya sumpah pemuda pada tanggal 28 oktober 1928 yang mengiikrarkan satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa yang semuanya dengan nama Indonesia. Adapun isi dari sumpah pemuda itu adalah sebagai berikut:

Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia.
Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
Kami putra dan putri Indonesia menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia.

Dengan lahirnya sumpah pemuda Bahasa Indonesia secara resmi diakui sebagai bahasa nasional. Penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa nasional atas usulan Muhammad Yamin, seorang politikus, sastrawan, dan ahli sejarah. Dalam pidatonya pada Kongres Nasional kedua di Jakarta, Yamin mengatakan bahwa : “Jika mengacu pada masa depan bahasa-bahasa yang ada di Indonesia dan kesusastraannya, hanya ada dua bahasa yang bisa diharapkan menjadi bahasa persatuan yaitu bahasa Jawa dan Melayu. Tapi dari dua bahasa itu, bahasa Melayulah yang lambat laun akan menjadi bahasa pergaulan atau bahasa persatuan.“

Peristiwa-peristiwa penting dalam perkembangan bahasa Indonesia

Pada tahun 1901 disusunlah ejaan resmi bahasa Melayu oleh Ch. A. van Ophuijsen dan ia dimuat dalam Kitab Logat Melayu.
Pada tahun 1908 Pemerintah mendirikan sebuah badan penerbit buku-buku bacaan yang diberi nama Commissie voor de Volkslectuur (Taman Bacaan Rakyat), yang kemudian pada tahun 1917 ia diubah menjadi Balai Pustaka. Balai itu membantu penyebaran bahasa Melayu di kalangan masyarakat luas.
Tanggal 28 Oktober 1928 merupakan saat-saat yang paling menentukan dalam perkembangan bahasa Indonesia karena pada tanggal itulah para pemuda pilihan mamancangkan tonggak yang kukuh untuk perjalanan bahasa Indonesia.
Pada tahun 1933 secara resmi berdirilah sebuah angkatan sastrawan muda yang menamakan dirinya sebagai Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisyahbana dan kawan-kawan.
Pada tanggal 25-28 Juni 1938 dilangsungkanlah Kongres Bahasa Indonesia I di Solo. Dari hasil kongres itu dapat disimpulkan bahwa usaha pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia telah dilakukan secara sadar oleh cendekiawan dan budayawan Indonesia saat itu.
Pada tanggal 18 Agustus 1945 ditandatanganilah Undang-Undang Dasar RI 1945, yang salah satu pasalnya (Pasal 36) menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara.
Pada tanggal 19 Maret 1947 diresmikan penggunaan Ejaan Republik (Ejaan Soewandi) sebagai pengganti Ejaan van Ophuijsen yang berlaku sebelumnya.
Kongres Bahasa Indonesia II di Medan pada tanggal 28 Oktober s.d. 2 November 1954 juga salah satu perwujudan tekad bangsa Indonesia untuk terus-menerus menyempurnakan bahasa Indonesia yang diangkat sebagai bahasa kebangsaan dan ditetapkan sebagai bahasa negara.
Pada tanggal 16 Agustus 1972 H. M. Soeharto, Presiden Republik Indonesia, meresmikan penggunaan Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD) melalui pidato kenegaraan di hadapan sidang DPR yang dikuatkan pula dengan Keputusan Presiden No. 57, tahun 1972.

10. Pada tanggal 31 Agustus 1972 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah resmi berlaku di seluruh wilayah Indonesia (Wawasan Nusantara).

11. Kongres Bahasa Indonesia III yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 28 Oktober s.d. 2 November 1978 merupakan peristiwa penting bagi kehidupan bahasa Indonesia. Kongres yang diadakan dalam rangka memperingati Sumpah Pemuda yang ke-50 ini selain memperlihatkan kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan bahasa Indonesia sejak tahun 1928, juga berusaha memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia.

12. Kongres bahasa Indonesia IV diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 21-26 November 1983. Ia diselenggarakan dalam rangka memperingati hari Sumpah Pemuda yang ke-55. Dalam putusannya disebutkan bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia harus lebih ditingkatkan sehingga amanat yang tercantum di dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara, yang mewajibkan kepada semua warga negara Indonesia untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, dapat tercapai semaksimal mungkin.

13. Kongres bahasa Indonesia V di Jakarta pada tanggal 28 Oktober s.d. 3 November 1988. Ia dihadiri oleh kira-kira tujuh ratus pakar bahasa Indonesia dari seluruh Nusantara (sebutan bagi negara Indonesia) dan peserta tamu dari negara sahabat seperti Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, Belanda, Jerman, dan Australia. Kongres itu ditandatangani dengan dipersembahkannya karya besar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa kepada pencinta bahasa di Nusantara, yakni Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.

14. Kongres Bahasa Indonesia VI di Jakarta pada tanggal 28 Oktober s.d. 2 November 1993. Pesertanya sebanyak 770 pakar bahasa dari Indonesia dan 53 peserta tamu dari mancanegara meliputi Australia, Brunei Darussalam, Jerman, Hongkong, India, Italia, Jepang, Rusia, Singapura, Korea Selatan, dan Amerika Syarikat. Kongres mengusulkan agar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa ditingkatkan statusnya menjadi Lembaga Bahasa Indonesia, serta mengusulkan disusunnya Undang-Undang Bahasa Indonesia.

15. Kongres Bahasa Indonesia VII diselenggarakan di Hotel Indonesia, Jakarta pada tanggal 26-30 Oktober 1998. Kongres itu mengusulkan dibentuknya Badan Pertimbangan Bahasa dengan ketentuan sebagai berikut:

Keanggotaannya terdiri dari tokoh masyarakat dan pakar yang mempunyai kepedulian terhadap bahasa dan sastra.
Tugasnya memberikan nasihat kepada Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa serta mengupayakan peningkatan status kelembagaan Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Referensi :
https://www.facebook.com/permalink.php?id=133613866725964&story_fbid=402277266526288



Monday, January 20, 2014

Karya Ilmiah atau tulisan ilmiah adalah karya seorang ilmuwan (yang berupa hasil pengembangan) yang ingin mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang diperoleh melalui kepustakaan, kumpulan pengalaman, dan pengetahuan orang lain sebelumnya.
Karya ilmiah: pernyataan sikap ilmiah peneliti.
Tujuan karya ilmiah: agar gagasan penulis karya ilmiah itu dapat dipelajari, lalu didukung atau ditolak oleh pembaca.
Fungsi karya ilmiah:
sebagai sarana untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
1. Penjelasan (explanation)
2. Ramalan (prediction)
3. Kontrol (control)
Hakikat karya ilmiah: mengemukakan kebenaran melalui metodenya yang sistematis, metodologis, dan konsisten.
Syarat menulis karya ilmiah
1. motivasi dan displin yang tinggi
2. kemampuan mengolah data
3. kemampuan berfikir logis (urut) dan terpadu (sistematis)
4. kemampuan berbahasa
Sifat karya ilmiah
formal harus memenuhi syarat:
1. lugas dan tidak emosional
mempunyai satu arti, sehingga tidak ada tafsiran sendiri-sendiri (interprestasi yang lain).
2. Logis
disusun berdasarkan urutan yang konsisten
3. Efektif
satu kebulatan pikiran, ada penekanan dan pengembagan.
4. efisien
hanya mempergunakan kata atau kalimat yang penting dan mudah dipahami
5. ditulis dengan bahasa Indonesia yang baku.
Jenis-jenis karya ilmiah
umum karya ilmiah di perguruan tinggi, menurut Arifin (2003), dibedakan menjadi:
1. Makalah adalah karya tulis ilmiah yang menyajikan suatu masalah yang pembahasannya berdasarkan data di
lapangan yang bersifat empiris-objektif. makalah menyajikan masalah dengan melalui proses berpikir
deduktif atau induktif.
2. Kertas kerja seperti halnya makalah, adalah juga karya tulis ilmiah yang menyajikan sesuatu berdasarkan
data di lapangan yang bersifat empiris-objektif. Analisis dalam kertas kerja lebih mendalam daripada
analisis dalam makalah.
3. Skripsi adalah karya tulis ilmiah yang mengemukakan pendapat penulis berdasarkan pendapat orang lain.
Pendapat yang diajukan harus didukung oleh data dan fakta empiris-objektif, baik bedasarkan penelitian
langsung (obsevasi lapangan, atau percobaan di laboratorium), juga diperlukan sumbangan material berupa
temuan baru dalam segi tata kerja, dalil-dalil, atau hukum tertentu tentang salah satu aspek atau lebih di
bidang spesialisasinya.
4. Tesis adalah karya tulis ilmiah yang sifatnya lebih mendalam dibandingkan dengan skripsi. Tesis
mengungkapkan pengetahuan baru yang diperoleh dari penelitian sendiri.
5. Disertasi adalah karya tulis ilmiah yang mengemukakan suatu dalil yang dapat dibuktikan oleh penulis
berdasarkan data dan fakta yang sahih (valid) dengan analisis yang terinci). Disertasi ini berisi suatu
temuan penulis sendiri, yang berupa temuan orisinal. Jika temuan orisinal ini dapat dipertahankan oleh
penulisnya dari sanggahan penguji, penulisnya berhak menyandang gelar doktor (S3).
Manfaat Penyusunan karya ilmiah
Menurut sikumbang (1981), sekurang-kurangnya ada enam manfaat yang diperoleh dari kegiatan tersebut.
1. Penulis dapat terlatih mengembangkan keterampilan membaca yang efektif karena sebelum menulis karya
ilmiah, ia mesti membaca dahulu kepustakaan yang ada relevansinya dengan topik yang hendak dibahas.
2. Penulis dapat terlatih menggabungkan hasil bacaan dari berbagai sumber, mengambil sarinya, dan
mengembangkannya ke tingkat pemikiran yang lebih matang.
3. Penulis dapat berkenalan dengan kegiatan perpustakaan seperti mencari bahan bacaan dalam katalog
pengarang atau katalog judul buku.
4. Penulis dapat meningkatkan keterampilan dalam mengorganisasi dan menyajikan data dan fakta secara jelas
dan sistematis.
5. Penulis dapat memperoleh kepuasan intelektual.
6. Penulis turut memperluas cakrawala ilmu pengetahuan masyarakat.

Pengertian Karya Ilmiah

Karya Ilmiah atau tulisan ilmiah adalah karya seorang ilmuwan (yang berupa hasil pengembangan) yang ingin mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang diperoleh melalui kepustakaan, kumpulan pengalaman, dan pengetahuan orang lain sebelumnya.
Karya ilmiah: pernyataan sikap ilmiah peneliti.
Tujuan karya ilmiah: agar gagasan penulis karya ilmiah itu dapat dipelajari, lalu didukung atau ditolak oleh pembaca.
Fungsi karya ilmiah:
sebagai sarana untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
1. Penjelasan (explanation)
2. Ramalan (prediction)
3. Kontrol (control)
Hakikat karya ilmiah: mengemukakan kebenaran melalui metodenya yang sistematis, metodologis, dan konsisten.
Syarat menulis karya ilmiah
1. motivasi dan displin yang tinggi
2. kemampuan mengolah data
3. kemampuan berfikir logis (urut) dan terpadu (sistematis)
4. kemampuan berbahasa
Sifat karya ilmiah
formal harus memenuhi syarat:
1. lugas dan tidak emosional
mempunyai satu arti, sehingga tidak ada tafsiran sendiri-sendiri (interprestasi yang lain).
2. Logis
disusun berdasarkan urutan yang konsisten
3. Efektif
satu kebulatan pikiran, ada penekanan dan pengembagan.
4. efisien
hanya mempergunakan kata atau kalimat yang penting dan mudah dipahami
5. ditulis dengan bahasa Indonesia yang baku.
Jenis-jenis karya ilmiah
umum karya ilmiah di perguruan tinggi, menurut Arifin (2003), dibedakan menjadi:
1. Makalah adalah karya tulis ilmiah yang menyajikan suatu masalah yang pembahasannya berdasarkan data di
lapangan yang bersifat empiris-objektif. makalah menyajikan masalah dengan melalui proses berpikir
deduktif atau induktif.
2. Kertas kerja seperti halnya makalah, adalah juga karya tulis ilmiah yang menyajikan sesuatu berdasarkan
data di lapangan yang bersifat empiris-objektif. Analisis dalam kertas kerja lebih mendalam daripada
analisis dalam makalah.
3. Skripsi adalah karya tulis ilmiah yang mengemukakan pendapat penulis berdasarkan pendapat orang lain.
Pendapat yang diajukan harus didukung oleh data dan fakta empiris-objektif, baik bedasarkan penelitian
langsung (obsevasi lapangan, atau percobaan di laboratorium), juga diperlukan sumbangan material berupa
temuan baru dalam segi tata kerja, dalil-dalil, atau hukum tertentu tentang salah satu aspek atau lebih di
bidang spesialisasinya.
4. Tesis adalah karya tulis ilmiah yang sifatnya lebih mendalam dibandingkan dengan skripsi. Tesis
mengungkapkan pengetahuan baru yang diperoleh dari penelitian sendiri.
5. Disertasi adalah karya tulis ilmiah yang mengemukakan suatu dalil yang dapat dibuktikan oleh penulis
berdasarkan data dan fakta yang sahih (valid) dengan analisis yang terinci). Disertasi ini berisi suatu
temuan penulis sendiri, yang berupa temuan orisinal. Jika temuan orisinal ini dapat dipertahankan oleh
penulisnya dari sanggahan penguji, penulisnya berhak menyandang gelar doktor (S3).
Manfaat Penyusunan karya ilmiah
Menurut sikumbang (1981), sekurang-kurangnya ada enam manfaat yang diperoleh dari kegiatan tersebut.
1. Penulis dapat terlatih mengembangkan keterampilan membaca yang efektif karena sebelum menulis karya
ilmiah, ia mesti membaca dahulu kepustakaan yang ada relevansinya dengan topik yang hendak dibahas.
2. Penulis dapat terlatih menggabungkan hasil bacaan dari berbagai sumber, mengambil sarinya, dan
mengembangkannya ke tingkat pemikiran yang lebih matang.
3. Penulis dapat berkenalan dengan kegiatan perpustakaan seperti mencari bahan bacaan dalam katalog
pengarang atau katalog judul buku.
4. Penulis dapat meningkatkan keterampilan dalam mengorganisasi dan menyajikan data dan fakta secara jelas
dan sistematis.
5. Penulis dapat memperoleh kepuasan intelektual.
6. Penulis turut memperluas cakrawala ilmu pengetahuan masyarakat.
  Ragam Bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang dibicarakan, serta menurut medium pembicara. Ragam bahasa yang oleh penuturnya dianggap sebagai ragam yang baik , yang biasa digunakan di kalangan terdidik, di dalam karya ilmiah (karangan teknis, perundang-undangan), di dalam suasana resmi, atau di dalam surat menyurat resmi (seperti surat dinas) disebut ragam bahasa baku atau ragam bahasa resmi.
          Menurut Dendy Sugono (1999 : 9), bahwa sehubungan dengan pemakaian bahasa Indonesia, timbul dua masalah pokok, yaitu masalah penggunaan bahasa baku dan tak baku. Dalam situasi remi, seperti di sekolah, di kantor, atau di dalam pertemuan resmi digunakan bahasa baku. Sebaliknya dalam situasi tak resmi, seperti di rumah, di taman, di pasar, kita tidak dituntut menggunakan bahasa baku.

    Macam – Macam Ragam Bahasa Indonesia

Ragam Bahasa Indonesia berdasarkan media

          Di dalam bahasa Indonesia disamping dikenal kosa kata baku Indonesia dikenal pula kosa kata bahasa Indonesia ragam baku, yang sering disebut sebagai kosa kata baku bahasa Indonesia baku. Kosa kata baku bahasa Indonesia, memiliki ciri kaidah bahasa Indonesia ragam baku, yang dijadikan tolak ukur yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan penutur bahasa Indonesia, bukan otoritas lembaga atau instansi didalam menggunakan bahasa Indonesia ragam baku. Jadi, kosa kata itu digunakan di dalam ragam baku bukan ragam santai atau ragam akrab. Walaupun demikian, tidak menutup kemungkinan digunakannya kosa kata ragam baku di dalam pemakian ragam-ragam yang lain asal tidak mengganggu makna dan rasa bahasa ragam yang bersangkutan. Suatu ragam bahasa, terutama ragam bahasa jurnalistik dan hukum, tidak menutup kemungkinan untuk menggunakan bentuk kosakata ragam bahasa baku agar dapat menjadi panutan bagi masyarakat pengguna bahasa Indonesia. Perlu diperhatikan ialah kaidah tentang norma yang berlaku yang berkaitan dengan latar belakang pembicaraan (situasi pembicaraan), pelaku bicara, dan topik pembicaraan (Fishman ed., 1968; Spradley, 1980).
Ragam bahasa Indonesia berdasarkan media dibagi menjadi dua yaitu :

a). Ragam bahasa lisan

          Adalah ragam bahasa yang diungkapkan melalui media lisan, terkait oleh ruang dan waktu sehingga situasi pengungkapan dapat membantu pemahaman. Ragam bahasa baku lisan didukung oleh situasi pemakaian. Namun, hal itu tidak mengurangi ciri kebakuannya. Walaupun demikian, ketepatan dalam pilihan kata dan bentuk kata serta kelengkapan unsur-unsur  di dalam kelengkapan unsur-unsur di dalam struktur kalimat tidak menjadi ciri kebakuan dalam ragam baku lisan karena situasi dan kondisi pembicaraan menjadi pendukung di dalam memahami makna gagasan yang disampaikan secara lisan. Pembicaraan lisan dalam situasi formal berbeda tuntutan kaidah kebakuannya dengan pembicaraan lisan dalam situasi tidak formal atau santai. Jika ragam bahasa lisan dituliskan, ragam bahasa itu tidak dapat disebut sebagai ragam tulis, tetapi tetap disebut sebagai ragam lisan, hanya saja diwujudkan dalam bentuk tulis. Oleh karena itu, bahasa yang dilihat dari ciri-cirinya tidak menunjukkan ciri-ciri ragam tulis, walaupun direalisasikan dalam bentuk tulis, ragam bahasa serupa itu tidak dapat dikatakan sebagai ragam tulis.
Ciri-ciri ragam lisan :
Memerlukan orang kedua/teman bicara;
Tergantung situasi, kondisi, ruang & waktu;
Hanya perlu intonasi serta bahasa tubuh.
Berlangsung cepat;
Sering dapat berlangsung tanpa alat bantu;
Kesalahan dapat langsung dikoreksi;
Dapat dibantu dengan gerak tubuh dan mimik wajah serta intonasi.

          Yang termasuk dalam ragam lisan diantaranya pidato, ceramah, sambutan, berbincang-bincang, dan masih banyak lagi. Semua itu sering digunakan kebanyakan orang dalam kehidupan sehari-hari, terutama ngobrol atau berbincang-bincang, karena tidak diikat oleh aturan-aturan atau cara penyampaian seperti halnya pidato ataupun ceramah.

b). Ragam bahasa tulis

          Ragam bahasa tulis adalah bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsur dasarnya. Dalam ragam tulis, kita berurusan dengan tata cara penulisan (ejaan) di samping aspek tata bahasa dan kosa kata. Dengan kata lain dalam ragam bahasa tulis, kita dituntut adanya kelengkapan unsur tata bahasa seperti bentuk kata ataupun susunan kalimat, ketepatan pilihan kata, kebenaran penggunaan ejaan, dan penggunaan tanda baca dalam mengungkapkan ide. Contoh dari ragam bahasa tulis adalah surat, karya ilmiah, surat kabar, dll. Dalam ragam bahsa tulis perlu memperhatikan ejaan bahasa indonesia yang baik dan benar. Terutama dalam pembuatan karya-karya ilmiah.
Ciri Ragam Bahasa Tulis :
Tidak memerlukan kehadiran orang lain.
Tidak terikat ruang dan waktu.
Kosa kata yang digunakan dipilih secara cermat.
Pembentukan kata dilakukan secara sempurna.
Kalimat dibentuk dengan struktur yang lengkap.
Paragraf dikembangkan secara lengkap dan padu.
Berlangsung lambat.
Memerlukan alat bantu.


2.      Ragam Bahasa Berdasarkan Penutur

Ragam Bahasa Berdasarkan Daerah (logat/diolek)

          Luasnya pemakaian bahasa dapat menimbulkan perbedaan pemakaian bahasa. Bahasa Indonesia yang digunakan oleh orang yang tinggal di Jakarta berbeda dengan bahasa Indonesia yang digunakan di Jawa Tengah, Bali, Jayapura, dan Tapanuli. Masing-masing memiliki ciri khas yang berbeda-beda. Misalnya logat bahasa Indonesia orang Jawa Tengah tampak pada pelafalan “b” pada posisi awal saat melafalkan nama-nama kota seperti Bogor, Bandung, Banyuwangi, dan lain-lain. Logat bahasa Indonesia orang Bali tampak pada pelafalan “t” seperti pada kata ithu, kitha, canthik, dll.

Ragam Bahasa berdasarkan Pendidikan Penutur
           Bahasa Indonesia yang digunakan oleh kelompok penutur yang berpendidikan berbeda dengan yang tidak berpendidikan, terutama dalam pelafalan kata yang berasal dari bahasa asing, misalnya fitnah, kompleks,vitamin, video, film, fakultas. Penutur yang tidak berpendidikan mungkin akan mengucapkan pitnah, komplek, pitamin, pideo, pilm, pakultas. Perbedaan ini juga terjadi dalam bidang tata bahasa, misalnya mbawa seharusnya membawa, nyari seharusnya mencari. Selain itu bentuk kata dalam kalimat pun sering menanggalkan awalan yang seharusnya dipakai.

Ragam bahasa berdasarkan sikap penutur

           Ragam bahasa dipengaruhi juga oleh setiap penutur terhadap kawan bicara (jika lisan) atau sikap penulis terhadap pembawa (jika dituliskan) sikap itu antara lain resmi, akrab, dan santai. Kedudukan kawan bicara atau pembaca terhadap penutur atau penulis juga mempengaruhi sikap tersebut. Misalnya, kita dapat mengamati bahasa seorang bawahan atau petugas ketika melapor kepada atasannya. Jika terdapat jarak antara penutur dan kawan bicara atau penulis dan pembaca, akan digunakan ragam bahasa resmi atau bahasa baku. Makin formal jarak penutur dan kawan bicara akan makin resmi dan makin tinggi tingkat kebakuan bahasa yang digunakan. Sebaliknya, makin rendah tingkat keformalannya, makin rendah pula tingkat kebakuan bahasa yang digunakan.
Bahasa baku dipakai dalam :
Pembicaraan di muka umum, misalnya pidato kenegaraan, seminar, rapat dinas memberikan kuliah/pelajaran.
Pembicaraan dengan orang yang dihormati, misalnya dengan atasan, dengan guru/dosen, dengan pejabat.
Komunikasi resmi, misalnya surat dinas, surat lamaran pekerjaan, undang-undang.
Wacana teknis, misalnya laporan penelitian, makalah, tesis, disertasi.


3.      Ragam Bahasa menurut Pokok Pesoalan atau Bidang Pemakaian

          Dalam kehidupan sehari-hari banyak pokok persoalan yang dibicarakan. Dalam membicarakan pokok persoalan yang berbeda-beda ini kita pun menggunakan ragam bahasa yang berbeda. Ragam bahasa yang digunakan dalam lingkungan agama berbeda dengan bahasa yang digunakan dalam lingkungan kedokteran, hukum, atau pers. Bahasa yang digunakan dalam lingkungan politik, berbeda dengan bahasa yang digunakan dalam lingkungan ekonomi/perdagangan, olah raga, seni, atau teknologi. Ragam bahasa yang digunakan menurut pokok persoalan atau bidang pemakaian ini dikenal pula dengan istilah laras bahasa.
Perbedaan itu tampak dalam pilihan atau penggunaan sejumlah kata/peristilahan/ungkapan yang khusus digunakan dalam bidang tersebut, misalnya masjid, gereja, vihara adalah kata-kata yang digunakan dalam bidang agama. Koroner, hipertensi, anemia, digunakan dalam bidang kedokteran. Improvisasi, maestro, kontemporer banyak digunakan dalam lingkungan seni. Kalimat yang digunakan pun berbeda sesuai dengan pokok persoalan yang dikemukakan. Kalimat dalam undang-undang berbeda dengan kalimat-kalimat dalam sastra, kalimat-kalimat dalam karya ilmiah, kalimat-kalimat dalam koran atau majalah dan lain-lain.

Bahasa Baku

         Bahasa baku ialah bahasa yang digunakan oleh masyarakat paling luas pengaruhnya dan paling besar wibawanya. Bahasa ini digunakan dalam situasi resmi, baik bahasa lisan maupun bahasa tulisan.
Bahasa baku menjalankan empat fungsi, yaitu (1) fungsi pemersatu, (2) fungsi penanda kepribadian, (3) fungsi penambah wibawa, dan (4) fungsi sebagai kerangka acuan.

Aturan Bahasa Indonesia
Bahasa jurnalistik harus mengindahkan kaidah-kaidah tata bahasa. Ia harus mengikuti pokok aturan bahasa Indonesia. Pokok aturan pertama: Yang penting atau yang dipentingkan ditaruh di depan, yang kurang penting atau keterangan di belakang. Dengan demikian kita menulis: “Buku ini bagus” bukan “Ini buku bagus”; “Malam nanti kita menonton”, bukan “Nanti malam kita menonton”. Pokok aturan kedua: Kata benda Indonesia tidak memunyai bentuk jamak (plurak; jumlah lebih dari satu). Untuk menunjukkan jamak digunakan kata “banyak”, “beberapa”, “semua”, “segala”, “setengah”, dan sebagainya atau disebut jumlahnya. Penjamakan kata dapat juga dilakukan dengan mengulang kata sifat yang di bekangnya, misalnya “kota bersih-bersih”, “kuda bagus-bagus”. Terkadang dikatakan pula “kota-kota bersih”, “kuda-kuda bagus”. Pokok aturan ketiga: Tidak ada benda untuk laki-laki atau perempuan dalam bentuk kata benda.

Ejaan
         Bahasa jurnalistik harus memperhatikan ejaan yang benar. Kedengarannya mudah, tetapi dalam praktek bukan main banyak kesulitan. Wartawan semestinya memiliki Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan untuk dikonsultasi sewaktu diperlukan.

Pertumbuhan Kosa Kata
         Kata-kata ialah alat para wartawan. Mereka tidak dapat bekerja jika tidak memiliki jumla kata yang cukup. Untuk itu harus diperoleh suatu penguasaan, baik kosa kata (vocabulary) dan ungkapan-ungkapan (phrase). Wartawan atau lebih luas media massa memunyai peranan dalam menyiptakan kata-kata baru atau dalam pertumbuhan kosa kata. Banyak kata yang dipopulerkan melalui surat kabar seperti heboh, gengsi, anda, ganyang, ceria, sadis, dan sekian banyak kata baru yang muncul akhir-akhir ini.

Ekonomi Kata dan Kata Mubazir
          Ekonomi kata (word economy) sangat diperlukan untuk membentuk bahasa jurnalistik yang lebih efisien (hemat dan jelas). Kita tidak menulis “agar supaya”, tetapi cukup satu perkataan saja, “agar” atau “supaya”. Kita selalu berusaha menulis dengan kalimat pendek, tidak dengan kalimat majemuk. Kita juga mesti menghilangkan ungkapan atau peribahasa. Berkaitan dengan efisiensi pula, bahasa jurnalistik selalu membuang kata mubazir. Kata mubazir ialah kata yang bila tidak dipakai tidak akan mengganggu kelancaran komunikasi. Kata mubazir ialah kata yang sifatnya tarasa berlebih-lebihan. Kata mubazir ialah kata yang bila dihilangkan dari sebuah kalimat malahan akan membantu memperlancar jalan bahasa dan membuat kalimat itu lebih kuat kesannya. Kata-kata yang digarisbawahi dalam kalimat-kalimat berikut ini ialah kata mubazir yang lebih baik jika dihilangkan saja.
Ismail menjelaskan bahwa pembinaan kesenian Pesawaran sebenarnya cukup baik.
Pernyataan dari/daripada pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Lampung itu adalah merupakan suatu pernyataan yang keliru.
Ratusan pelajar telah menyerbu Kawasan Wisata Batu Putu beberapa waktu lalu.
Budi Anduk menyatakan bahwa ia akan siap untuk memikul tanggung jawab sebagai Bupati Serungkuk.
Unila sedang nampak sibuk menggelar berbagai kegiatan-kegiatan Dies Natalis.
Kalimat-kalimat di atas akan lebih baik jika dibuat:
Ismail menjelaskan, pembinaan kesenian Pesawaran sebenarnya cukup baik.
Penyataan staf pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Lampung itu suatu kekeliruan.
Ratusan pelajar menyerbu Kawasan Wisata Batu Putu beberapa waktu lalu.
Budi Anduk menyatakan siap memikul tanggung jawab sebagai Bupati Serungkuk.
Unila nampak sibuk menggelar berbagai kegiatan Dies Natalis.
          Dengan demikian, kita telah berkenalan dengan beberapa kata mubazir seperti “adalah” (kata kopula), “telah”, “sedang”, dan “akan” (pengaruh tenses dalam bahasa Inggris); “untuk” (sebagai terjemahan todalam bahasa Inggris); “dari” dan “daripada” (sebagai terjemahan of dalam hubungan milik); bahwa (sebagai kata sambung); dan bentuk jamak yang tidak perlu diulang.


Kesalahan - Kesalahan Bahasa
Kerancuan (Kontaminasi)
Kontaminasi ialah pencampuran dengan tidak sengaja. Pencampuran ini sudah tentu tidak dapat dibenarkan karena membuat kalimat menjadi kacau (rancu). Contoh:
1. “untuk sementara waktu” mestinya “untuk sementara” atau “untuk beberapa waktu” (sementara = sedang, untuk beberapa waktu);
2. “sementara orang” mestinya “beberapa orang”
3. “selain daripada itu” mestinya “selain itu” atau “lain daripada itu”;
4. “dan lain sebagainya” mestinya “dan lain-lain” atau “dan sebagainya”;
5. “berhubung karena” mestinya “berhubung dengan” atau “karena”;
6. “demi untuk” mestinya “demi” saja atau “untuk” saja;
7. “agar supaya” mestinya “agar” saja atau “supaya” saja;
8. “Menurut Ketua Panitia Bulan Bahasa SMPN 2 Negerikaton Sakwan mengatakan, peserta setiap cabang lomba tahun ini membludak.”
mestinya :
“Menurut Ketua Panitia Bulan Bahasa SMPN 2 Negerikaton Sakwan, peserta setiap cabang lomba tahun ini membludak.”
atau
“Ketua Panitia Bulan Bahasa SMPN 1 Negerikaton Sakwan mengatakan, peserta setiap cabang lomba tahun ini membludak.”
Kata ‘di mana’, ‘hal mana’, ‘yang mana’
Baik dalam bahasa percakapan maupun dalam bahasa tulisan, banyak kita jumpai kalimat relatif yang dihubungkan dengan kata-kata:
di mana; yang mana; hal mana; di atas mana; dari mana; dengan siapa.
Dengan tidak disadari kita terpengaruh oleh struktur bahasa asing. Kata-kata tersebut ialah kata ganti penghubung. Dalam bahasa Belanda kata-kata tersebut ialah:
wat; welke; waarop; waarcan; met wie.
Contoh:
Kantor di mana dia bekerja, tidak jauh dari rumahnya.
Keadaan di Iran sangar gawat, yang mana mengancam tahta Shah.
Daerah dari mana beras didatangkan terletak jauh di pedalaman.
Orang dengan siapa dia akan berunding ternyata bajingan.
Penyakit ityu dianggap berasal (dan disebarkan) oleh serdadu-serdadu Amerika (GI) di mana konsentrasi besar mereka di Vietnam.
Kalimat-kalimat di atas sebenarnya tidak mengikuti kaidah tata bahasa Indonesia. Kalimat-kalimat itu sebaiknya berbunyi:
Kantor tempat dia bekerja tidak jauh dari rumahnya.
Keadaan di Iran sangat gawat, dan mengancam tahta Shah.
Daerah yang menghasilkan beras terletak jauh dari pedalaman.
Orang yang akan berunding dengan dia ternyata bajingan.
Penyakit itu berasal (dan disebarkan) serdadu-serdadu Amerika (GI). Konsentrasi besar mereka ada di Vietnam.

Bentuk Aktif dan Pasif Disatukan
Disiplinkan pikiran supaya tidak mencampur adukkan bentik pasif (di-) dengan bentuk aktif (me-) dalam satu kalimat.
Contoh:
“Karang Taruna Negarasuka-suka Senin kemarin memulai rapat kerjanya selama tiga hari di Hotel Bahagia, dibuka oleh Bupati Serungkuk Rahman Seago-ago.”
Teras berita ini mesti dipecah dalam dua kalimat:
“Karang Taruna Negarasuka-suka Senin kemarin memulai rapat kerjanya selama tiga hari di Hotel Bahagia. Rapat kerja itu dibuka Bupati Serungkuk Rahman Seago-ago.”
Kata Depan atau Awalan?
Sering terjadi wartawan melakukan kesalahan dalam penulisan kata “di” dan “ke”. Kesulitan ini biasanya terletak pada kapan harus menulis kedua kata itu serangkai dan kapan mesti menulis terpisah dengan kata yang di belakangnya. Untuk mengatasi kesulitan itu, kita harus dapat membedakan “di dan ke sebagai kata depan” dan “di- dan ke- sebagai awalan”. Jika ia berfungsi sebagai kata depan, maka penulisannya terpisah; tetapi jika berfungsi sebagai awalan, maka penulisannya serangkai dengan kata yang menyertainya.
Hiperkorek
Hiperkorek (bahasa Inggris: hypercorrect) berarti “melampaui batas tepat atau benar sehinga menjadi salah”.
Contoh:
1. “Dipakai tenaga akhli Amerika dengan memberikan gajih yang cukup tinggi.” Kata akhli harus ditulis ahli dan gajih menjadi gaji.
2. “Di lain fihak, perbedaan tingkat ekonomi yang menyolok itu, juga sering menimbulkan iri hati.” Kata fihak harus ditulis pihak.

SUMBER REFERENSI :

http://hendrapgmi.blogspot.com/2012/10/makalah-ragam-bahasa-indonesia.html (diakses tgl 26 september 2013, 19:42 wib)
http://dhonykurniadi0204.blogspot.com/2012/11/ragam-bahasa-indonesia.html (diakses tgl 26 september 2013, 20:23 wib)

Ragam Bahasa Indonesia

  Ragam Bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang dibicarakan, serta menurut medium pembicara. Ragam bahasa yang oleh penuturnya dianggap sebagai ragam yang baik , yang biasa digunakan di kalangan terdidik, di dalam karya ilmiah (karangan teknis, perundang-undangan), di dalam suasana resmi, atau di dalam surat menyurat resmi (seperti surat dinas) disebut ragam bahasa baku atau ragam bahasa resmi.
          Menurut Dendy Sugono (1999 : 9), bahwa sehubungan dengan pemakaian bahasa Indonesia, timbul dua masalah pokok, yaitu masalah penggunaan bahasa baku dan tak baku. Dalam situasi remi, seperti di sekolah, di kantor, atau di dalam pertemuan resmi digunakan bahasa baku. Sebaliknya dalam situasi tak resmi, seperti di rumah, di taman, di pasar, kita tidak dituntut menggunakan bahasa baku.

    Macam – Macam Ragam Bahasa Indonesia

Ragam Bahasa Indonesia berdasarkan media

          Di dalam bahasa Indonesia disamping dikenal kosa kata baku Indonesia dikenal pula kosa kata bahasa Indonesia ragam baku, yang sering disebut sebagai kosa kata baku bahasa Indonesia baku. Kosa kata baku bahasa Indonesia, memiliki ciri kaidah bahasa Indonesia ragam baku, yang dijadikan tolak ukur yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan penutur bahasa Indonesia, bukan otoritas lembaga atau instansi didalam menggunakan bahasa Indonesia ragam baku. Jadi, kosa kata itu digunakan di dalam ragam baku bukan ragam santai atau ragam akrab. Walaupun demikian, tidak menutup kemungkinan digunakannya kosa kata ragam baku di dalam pemakian ragam-ragam yang lain asal tidak mengganggu makna dan rasa bahasa ragam yang bersangkutan. Suatu ragam bahasa, terutama ragam bahasa jurnalistik dan hukum, tidak menutup kemungkinan untuk menggunakan bentuk kosakata ragam bahasa baku agar dapat menjadi panutan bagi masyarakat pengguna bahasa Indonesia. Perlu diperhatikan ialah kaidah tentang norma yang berlaku yang berkaitan dengan latar belakang pembicaraan (situasi pembicaraan), pelaku bicara, dan topik pembicaraan (Fishman ed., 1968; Spradley, 1980).
Ragam bahasa Indonesia berdasarkan media dibagi menjadi dua yaitu :

a). Ragam bahasa lisan

          Adalah ragam bahasa yang diungkapkan melalui media lisan, terkait oleh ruang dan waktu sehingga situasi pengungkapan dapat membantu pemahaman. Ragam bahasa baku lisan didukung oleh situasi pemakaian. Namun, hal itu tidak mengurangi ciri kebakuannya. Walaupun demikian, ketepatan dalam pilihan kata dan bentuk kata serta kelengkapan unsur-unsur  di dalam kelengkapan unsur-unsur di dalam struktur kalimat tidak menjadi ciri kebakuan dalam ragam baku lisan karena situasi dan kondisi pembicaraan menjadi pendukung di dalam memahami makna gagasan yang disampaikan secara lisan. Pembicaraan lisan dalam situasi formal berbeda tuntutan kaidah kebakuannya dengan pembicaraan lisan dalam situasi tidak formal atau santai. Jika ragam bahasa lisan dituliskan, ragam bahasa itu tidak dapat disebut sebagai ragam tulis, tetapi tetap disebut sebagai ragam lisan, hanya saja diwujudkan dalam bentuk tulis. Oleh karena itu, bahasa yang dilihat dari ciri-cirinya tidak menunjukkan ciri-ciri ragam tulis, walaupun direalisasikan dalam bentuk tulis, ragam bahasa serupa itu tidak dapat dikatakan sebagai ragam tulis.
Ciri-ciri ragam lisan :
Memerlukan orang kedua/teman bicara;
Tergantung situasi, kondisi, ruang & waktu;
Hanya perlu intonasi serta bahasa tubuh.
Berlangsung cepat;
Sering dapat berlangsung tanpa alat bantu;
Kesalahan dapat langsung dikoreksi;
Dapat dibantu dengan gerak tubuh dan mimik wajah serta intonasi.

          Yang termasuk dalam ragam lisan diantaranya pidato, ceramah, sambutan, berbincang-bincang, dan masih banyak lagi. Semua itu sering digunakan kebanyakan orang dalam kehidupan sehari-hari, terutama ngobrol atau berbincang-bincang, karena tidak diikat oleh aturan-aturan atau cara penyampaian seperti halnya pidato ataupun ceramah.

b). Ragam bahasa tulis

          Ragam bahasa tulis adalah bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsur dasarnya. Dalam ragam tulis, kita berurusan dengan tata cara penulisan (ejaan) di samping aspek tata bahasa dan kosa kata. Dengan kata lain dalam ragam bahasa tulis, kita dituntut adanya kelengkapan unsur tata bahasa seperti bentuk kata ataupun susunan kalimat, ketepatan pilihan kata, kebenaran penggunaan ejaan, dan penggunaan tanda baca dalam mengungkapkan ide. Contoh dari ragam bahasa tulis adalah surat, karya ilmiah, surat kabar, dll. Dalam ragam bahsa tulis perlu memperhatikan ejaan bahasa indonesia yang baik dan benar. Terutama dalam pembuatan karya-karya ilmiah.
Ciri Ragam Bahasa Tulis :
Tidak memerlukan kehadiran orang lain.
Tidak terikat ruang dan waktu.
Kosa kata yang digunakan dipilih secara cermat.
Pembentukan kata dilakukan secara sempurna.
Kalimat dibentuk dengan struktur yang lengkap.
Paragraf dikembangkan secara lengkap dan padu.
Berlangsung lambat.
Memerlukan alat bantu.


2.      Ragam Bahasa Berdasarkan Penutur

Ragam Bahasa Berdasarkan Daerah (logat/diolek)

          Luasnya pemakaian bahasa dapat menimbulkan perbedaan pemakaian bahasa. Bahasa Indonesia yang digunakan oleh orang yang tinggal di Jakarta berbeda dengan bahasa Indonesia yang digunakan di Jawa Tengah, Bali, Jayapura, dan Tapanuli. Masing-masing memiliki ciri khas yang berbeda-beda. Misalnya logat bahasa Indonesia orang Jawa Tengah tampak pada pelafalan “b” pada posisi awal saat melafalkan nama-nama kota seperti Bogor, Bandung, Banyuwangi, dan lain-lain. Logat bahasa Indonesia orang Bali tampak pada pelafalan “t” seperti pada kata ithu, kitha, canthik, dll.

Ragam Bahasa berdasarkan Pendidikan Penutur
           Bahasa Indonesia yang digunakan oleh kelompok penutur yang berpendidikan berbeda dengan yang tidak berpendidikan, terutama dalam pelafalan kata yang berasal dari bahasa asing, misalnya fitnah, kompleks,vitamin, video, film, fakultas. Penutur yang tidak berpendidikan mungkin akan mengucapkan pitnah, komplek, pitamin, pideo, pilm, pakultas. Perbedaan ini juga terjadi dalam bidang tata bahasa, misalnya mbawa seharusnya membawa, nyari seharusnya mencari. Selain itu bentuk kata dalam kalimat pun sering menanggalkan awalan yang seharusnya dipakai.

Ragam bahasa berdasarkan sikap penutur

           Ragam bahasa dipengaruhi juga oleh setiap penutur terhadap kawan bicara (jika lisan) atau sikap penulis terhadap pembawa (jika dituliskan) sikap itu antara lain resmi, akrab, dan santai. Kedudukan kawan bicara atau pembaca terhadap penutur atau penulis juga mempengaruhi sikap tersebut. Misalnya, kita dapat mengamati bahasa seorang bawahan atau petugas ketika melapor kepada atasannya. Jika terdapat jarak antara penutur dan kawan bicara atau penulis dan pembaca, akan digunakan ragam bahasa resmi atau bahasa baku. Makin formal jarak penutur dan kawan bicara akan makin resmi dan makin tinggi tingkat kebakuan bahasa yang digunakan. Sebaliknya, makin rendah tingkat keformalannya, makin rendah pula tingkat kebakuan bahasa yang digunakan.
Bahasa baku dipakai dalam :
Pembicaraan di muka umum, misalnya pidato kenegaraan, seminar, rapat dinas memberikan kuliah/pelajaran.
Pembicaraan dengan orang yang dihormati, misalnya dengan atasan, dengan guru/dosen, dengan pejabat.
Komunikasi resmi, misalnya surat dinas, surat lamaran pekerjaan, undang-undang.
Wacana teknis, misalnya laporan penelitian, makalah, tesis, disertasi.


3.      Ragam Bahasa menurut Pokok Pesoalan atau Bidang Pemakaian

          Dalam kehidupan sehari-hari banyak pokok persoalan yang dibicarakan. Dalam membicarakan pokok persoalan yang berbeda-beda ini kita pun menggunakan ragam bahasa yang berbeda. Ragam bahasa yang digunakan dalam lingkungan agama berbeda dengan bahasa yang digunakan dalam lingkungan kedokteran, hukum, atau pers. Bahasa yang digunakan dalam lingkungan politik, berbeda dengan bahasa yang digunakan dalam lingkungan ekonomi/perdagangan, olah raga, seni, atau teknologi. Ragam bahasa yang digunakan menurut pokok persoalan atau bidang pemakaian ini dikenal pula dengan istilah laras bahasa.
Perbedaan itu tampak dalam pilihan atau penggunaan sejumlah kata/peristilahan/ungkapan yang khusus digunakan dalam bidang tersebut, misalnya masjid, gereja, vihara adalah kata-kata yang digunakan dalam bidang agama. Koroner, hipertensi, anemia, digunakan dalam bidang kedokteran. Improvisasi, maestro, kontemporer banyak digunakan dalam lingkungan seni. Kalimat yang digunakan pun berbeda sesuai dengan pokok persoalan yang dikemukakan. Kalimat dalam undang-undang berbeda dengan kalimat-kalimat dalam sastra, kalimat-kalimat dalam karya ilmiah, kalimat-kalimat dalam koran atau majalah dan lain-lain.

Bahasa Baku

         Bahasa baku ialah bahasa yang digunakan oleh masyarakat paling luas pengaruhnya dan paling besar wibawanya. Bahasa ini digunakan dalam situasi resmi, baik bahasa lisan maupun bahasa tulisan.
Bahasa baku menjalankan empat fungsi, yaitu (1) fungsi pemersatu, (2) fungsi penanda kepribadian, (3) fungsi penambah wibawa, dan (4) fungsi sebagai kerangka acuan.

Aturan Bahasa Indonesia
Bahasa jurnalistik harus mengindahkan kaidah-kaidah tata bahasa. Ia harus mengikuti pokok aturan bahasa Indonesia. Pokok aturan pertama: Yang penting atau yang dipentingkan ditaruh di depan, yang kurang penting atau keterangan di belakang. Dengan demikian kita menulis: “Buku ini bagus” bukan “Ini buku bagus”; “Malam nanti kita menonton”, bukan “Nanti malam kita menonton”. Pokok aturan kedua: Kata benda Indonesia tidak memunyai bentuk jamak (plurak; jumlah lebih dari satu). Untuk menunjukkan jamak digunakan kata “banyak”, “beberapa”, “semua”, “segala”, “setengah”, dan sebagainya atau disebut jumlahnya. Penjamakan kata dapat juga dilakukan dengan mengulang kata sifat yang di bekangnya, misalnya “kota bersih-bersih”, “kuda bagus-bagus”. Terkadang dikatakan pula “kota-kota bersih”, “kuda-kuda bagus”. Pokok aturan ketiga: Tidak ada benda untuk laki-laki atau perempuan dalam bentuk kata benda.

Ejaan
         Bahasa jurnalistik harus memperhatikan ejaan yang benar. Kedengarannya mudah, tetapi dalam praktek bukan main banyak kesulitan. Wartawan semestinya memiliki Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan untuk dikonsultasi sewaktu diperlukan.

Pertumbuhan Kosa Kata
         Kata-kata ialah alat para wartawan. Mereka tidak dapat bekerja jika tidak memiliki jumla kata yang cukup. Untuk itu harus diperoleh suatu penguasaan, baik kosa kata (vocabulary) dan ungkapan-ungkapan (phrase). Wartawan atau lebih luas media massa memunyai peranan dalam menyiptakan kata-kata baru atau dalam pertumbuhan kosa kata. Banyak kata yang dipopulerkan melalui surat kabar seperti heboh, gengsi, anda, ganyang, ceria, sadis, dan sekian banyak kata baru yang muncul akhir-akhir ini.

Ekonomi Kata dan Kata Mubazir
          Ekonomi kata (word economy) sangat diperlukan untuk membentuk bahasa jurnalistik yang lebih efisien (hemat dan jelas). Kita tidak menulis “agar supaya”, tetapi cukup satu perkataan saja, “agar” atau “supaya”. Kita selalu berusaha menulis dengan kalimat pendek, tidak dengan kalimat majemuk. Kita juga mesti menghilangkan ungkapan atau peribahasa. Berkaitan dengan efisiensi pula, bahasa jurnalistik selalu membuang kata mubazir. Kata mubazir ialah kata yang bila tidak dipakai tidak akan mengganggu kelancaran komunikasi. Kata mubazir ialah kata yang sifatnya tarasa berlebih-lebihan. Kata mubazir ialah kata yang bila dihilangkan dari sebuah kalimat malahan akan membantu memperlancar jalan bahasa dan membuat kalimat itu lebih kuat kesannya. Kata-kata yang digarisbawahi dalam kalimat-kalimat berikut ini ialah kata mubazir yang lebih baik jika dihilangkan saja.
Ismail menjelaskan bahwa pembinaan kesenian Pesawaran sebenarnya cukup baik.
Pernyataan dari/daripada pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Lampung itu adalah merupakan suatu pernyataan yang keliru.
Ratusan pelajar telah menyerbu Kawasan Wisata Batu Putu beberapa waktu lalu.
Budi Anduk menyatakan bahwa ia akan siap untuk memikul tanggung jawab sebagai Bupati Serungkuk.
Unila sedang nampak sibuk menggelar berbagai kegiatan-kegiatan Dies Natalis.
Kalimat-kalimat di atas akan lebih baik jika dibuat:
Ismail menjelaskan, pembinaan kesenian Pesawaran sebenarnya cukup baik.
Penyataan staf pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Lampung itu suatu kekeliruan.
Ratusan pelajar menyerbu Kawasan Wisata Batu Putu beberapa waktu lalu.
Budi Anduk menyatakan siap memikul tanggung jawab sebagai Bupati Serungkuk.
Unila nampak sibuk menggelar berbagai kegiatan Dies Natalis.
          Dengan demikian, kita telah berkenalan dengan beberapa kata mubazir seperti “adalah” (kata kopula), “telah”, “sedang”, dan “akan” (pengaruh tenses dalam bahasa Inggris); “untuk” (sebagai terjemahan todalam bahasa Inggris); “dari” dan “daripada” (sebagai terjemahan of dalam hubungan milik); bahwa (sebagai kata sambung); dan bentuk jamak yang tidak perlu diulang.


Kesalahan - Kesalahan Bahasa
Kerancuan (Kontaminasi)
Kontaminasi ialah pencampuran dengan tidak sengaja. Pencampuran ini sudah tentu tidak dapat dibenarkan karena membuat kalimat menjadi kacau (rancu). Contoh:
1. “untuk sementara waktu” mestinya “untuk sementara” atau “untuk beberapa waktu” (sementara = sedang, untuk beberapa waktu);
2. “sementara orang” mestinya “beberapa orang”
3. “selain daripada itu” mestinya “selain itu” atau “lain daripada itu”;
4. “dan lain sebagainya” mestinya “dan lain-lain” atau “dan sebagainya”;
5. “berhubung karena” mestinya “berhubung dengan” atau “karena”;
6. “demi untuk” mestinya “demi” saja atau “untuk” saja;
7. “agar supaya” mestinya “agar” saja atau “supaya” saja;
8. “Menurut Ketua Panitia Bulan Bahasa SMPN 2 Negerikaton Sakwan mengatakan, peserta setiap cabang lomba tahun ini membludak.”
mestinya :
“Menurut Ketua Panitia Bulan Bahasa SMPN 2 Negerikaton Sakwan, peserta setiap cabang lomba tahun ini membludak.”
atau
“Ketua Panitia Bulan Bahasa SMPN 1 Negerikaton Sakwan mengatakan, peserta setiap cabang lomba tahun ini membludak.”
Kata ‘di mana’, ‘hal mana’, ‘yang mana’
Baik dalam bahasa percakapan maupun dalam bahasa tulisan, banyak kita jumpai kalimat relatif yang dihubungkan dengan kata-kata:
di mana; yang mana; hal mana; di atas mana; dari mana; dengan siapa.
Dengan tidak disadari kita terpengaruh oleh struktur bahasa asing. Kata-kata tersebut ialah kata ganti penghubung. Dalam bahasa Belanda kata-kata tersebut ialah:
wat; welke; waarop; waarcan; met wie.
Contoh:
Kantor di mana dia bekerja, tidak jauh dari rumahnya.
Keadaan di Iran sangar gawat, yang mana mengancam tahta Shah.
Daerah dari mana beras didatangkan terletak jauh di pedalaman.
Orang dengan siapa dia akan berunding ternyata bajingan.
Penyakit ityu dianggap berasal (dan disebarkan) oleh serdadu-serdadu Amerika (GI) di mana konsentrasi besar mereka di Vietnam.
Kalimat-kalimat di atas sebenarnya tidak mengikuti kaidah tata bahasa Indonesia. Kalimat-kalimat itu sebaiknya berbunyi:
Kantor tempat dia bekerja tidak jauh dari rumahnya.
Keadaan di Iran sangat gawat, dan mengancam tahta Shah.
Daerah yang menghasilkan beras terletak jauh dari pedalaman.
Orang yang akan berunding dengan dia ternyata bajingan.
Penyakit itu berasal (dan disebarkan) serdadu-serdadu Amerika (GI). Konsentrasi besar mereka ada di Vietnam.

Bentuk Aktif dan Pasif Disatukan
Disiplinkan pikiran supaya tidak mencampur adukkan bentik pasif (di-) dengan bentuk aktif (me-) dalam satu kalimat.
Contoh:
“Karang Taruna Negarasuka-suka Senin kemarin memulai rapat kerjanya selama tiga hari di Hotel Bahagia, dibuka oleh Bupati Serungkuk Rahman Seago-ago.”
Teras berita ini mesti dipecah dalam dua kalimat:
“Karang Taruna Negarasuka-suka Senin kemarin memulai rapat kerjanya selama tiga hari di Hotel Bahagia. Rapat kerja itu dibuka Bupati Serungkuk Rahman Seago-ago.”
Kata Depan atau Awalan?
Sering terjadi wartawan melakukan kesalahan dalam penulisan kata “di” dan “ke”. Kesulitan ini biasanya terletak pada kapan harus menulis kedua kata itu serangkai dan kapan mesti menulis terpisah dengan kata yang di belakangnya. Untuk mengatasi kesulitan itu, kita harus dapat membedakan “di dan ke sebagai kata depan” dan “di- dan ke- sebagai awalan”. Jika ia berfungsi sebagai kata depan, maka penulisannya terpisah; tetapi jika berfungsi sebagai awalan, maka penulisannya serangkai dengan kata yang menyertainya.
Hiperkorek
Hiperkorek (bahasa Inggris: hypercorrect) berarti “melampaui batas tepat atau benar sehinga menjadi salah”.
Contoh:
1. “Dipakai tenaga akhli Amerika dengan memberikan gajih yang cukup tinggi.” Kata akhli harus ditulis ahli dan gajih menjadi gaji.
2. “Di lain fihak, perbedaan tingkat ekonomi yang menyolok itu, juga sering menimbulkan iri hati.” Kata fihak harus ditulis pihak.

SUMBER REFERENSI :

http://hendrapgmi.blogspot.com/2012/10/makalah-ragam-bahasa-indonesia.html (diakses tgl 26 september 2013, 19:42 wib)
http://dhonykurniadi0204.blogspot.com/2012/11/ragam-bahasa-indonesia.html (diakses tgl 26 september 2013, 20:23 wib)

Friday, June 7, 2013


Teori dari saya :

Uang merupakan alat pembayaran yang sah dalam proses pembelian barang atau jasa didunia. Dizaman dahulu orang-orang menggunakan pembayaran suatu barang dengan cara barter atau saling bertukar barang untuk mendapatkan suatu kebutuhan kita satu sama lain,. Seiring perkembangan zaman mulailah terpikirkan untuk menghasilkan atau menciptakan yang namanya UANG. Karena dianggap proses barter adalah proses yang kurang tepat, sebagai contoh kita menukarkan emas dengan sebuah makanan. Coba kita lihat berapa perbedaan nilai nominal kedua benda tersebut, sangat jauh. Awal mula uang terbuat dari emas kemudian menjadi logam dan dizaman modern ini uang berbentuk kertas, dan pencipta uang dibangsa indonesia ini adalah BANK INDONESIA.

Pandangan saya terhadapa presentasi kelompok tersebut :

Didalam kelompok 6, dibahas tentang nilai jual uang yang berbeda dari zaman ke zaman dengan nominal yang sama. Mengapa terjadi seperti ini karena jumlah inflansi peningkatan ekonomi indonesia semakin menigkat berdasarkan kebutuhan masyarakat yang kemudian daya beli yang semakin tinggi, keterbatasan bahan baku dan lain-lain. Yang membuat nilai jual uang semakin berkurang, maka terjadilah perbedaan nilai jual dari mata uang itu sendiri, dengan penggunaan uang aktifitas ekonomi kita semakin mudah dan gampang yang hanya berupa kertas dibandingkan zaman awalawal pembuatan yang berupa logam. Karena logam mudah hilang, dibandingkan kekurangan uang yang mudah sobek tetapi secara bentuk mudah disimpan. Salah satu contoh kesalahan dari perkembangan zaman yang pesat dan semakin maju dunia tekhnologi, semakin banyak para pembuat uang palsu. Dan pemerintah pun sempat pernah membuat iklan 3 D yaitu dilihat,diraba dan diterawang.. secara bentuk memang hampir 70% sama.
Demikianlah tanggapan saya terhadap presentasi kelompok ini , semoga tanggapan saya bisa menjadi ilmu bagi teman” semua. GBU’S

Uang, Bank, dan Penciptaan Uang


Teori dari saya :

Uang merupakan alat pembayaran yang sah dalam proses pembelian barang atau jasa didunia. Dizaman dahulu orang-orang menggunakan pembayaran suatu barang dengan cara barter atau saling bertukar barang untuk mendapatkan suatu kebutuhan kita satu sama lain,. Seiring perkembangan zaman mulailah terpikirkan untuk menghasilkan atau menciptakan yang namanya UANG. Karena dianggap proses barter adalah proses yang kurang tepat, sebagai contoh kita menukarkan emas dengan sebuah makanan. Coba kita lihat berapa perbedaan nilai nominal kedua benda tersebut, sangat jauh. Awal mula uang terbuat dari emas kemudian menjadi logam dan dizaman modern ini uang berbentuk kertas, dan pencipta uang dibangsa indonesia ini adalah BANK INDONESIA.

Pandangan saya terhadapa presentasi kelompok tersebut :

Didalam kelompok 6, dibahas tentang nilai jual uang yang berbeda dari zaman ke zaman dengan nominal yang sama. Mengapa terjadi seperti ini karena jumlah inflansi peningkatan ekonomi indonesia semakin menigkat berdasarkan kebutuhan masyarakat yang kemudian daya beli yang semakin tinggi, keterbatasan bahan baku dan lain-lain. Yang membuat nilai jual uang semakin berkurang, maka terjadilah perbedaan nilai jual dari mata uang itu sendiri, dengan penggunaan uang aktifitas ekonomi kita semakin mudah dan gampang yang hanya berupa kertas dibandingkan zaman awalawal pembuatan yang berupa logam. Karena logam mudah hilang, dibandingkan kekurangan uang yang mudah sobek tetapi secara bentuk mudah disimpan. Salah satu contoh kesalahan dari perkembangan zaman yang pesat dan semakin maju dunia tekhnologi, semakin banyak para pembuat uang palsu. Dan pemerintah pun sempat pernah membuat iklan 3 D yaitu dilihat,diraba dan diterawang.. secara bentuk memang hampir 70% sama.
Demikianlah tanggapan saya terhadap presentasi kelompok ini , semoga tanggapan saya bisa menjadi ilmu bagi teman” semua. GBU’S

Pertumbuhan ekonomi adalah proses dimana terjadi kenaikan pendapatan nasional. Definisi pertumbuhan ekonomi yang lain adalah bahwa pertumbuhan ekonomi terjadi bila ada kenaikan output perkapita. Pertumbuhan ekonomi menggambarkan kenaikan taraf hidup diukur dengan output riil per orang.

Inflasi
Inflasi adalah indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-memengaruhi.

Hubungan antara pertumbuhan ekonomi, inflasi dan pengangguran.
Salah Satu masalah jangka pendek dalam ekonomi yaitu inflasi, pengangguran dan neraca pembayaran. Inflasi (inflation) adalah gejala yang menunjukkan kenaikan tingkat harga umum yang berlangsung terus menerus.

Ada tiga jenis inflasi yaitu :

1)      inflasi tarikan permintaan (demand-pull inflation)

Inflasi yang disebabkan karena adanya kenaikan permintaan agregat yang sangat besar dibandingkan dengan jumlah barang dan jasa yang ditawarkan. Inflasi tarikan permintaan biasanya berlaku pada saat perekonomian mencapai tingkat penggunaan tenaga kerja penuh dan pertumbuhan ekonomi berjalan dengan pesat (full employment and full capacity).
Contohnya : adanya kenaikan permintaan barang dari konsumen yang melebihi produksi

2)      inflasi desakan biaya (cost-push inflation)

Inflasi yang terjadi sebagai akibat dari adanya kenaikan biaya produksi yang pesat dibandingkan dengan tingkat produktivitas dan efisiensi, sehingga perusahaan mengurangi supply barang dan jasa.
Contohnya : Dalam suatu perusahaan mobil, terdapat beberapa komponen seperti mesin dll, nah mesin. Komponen mesin itu mengalami kenaikan harga sehingga pabrik harus mengurangi produksi untuk menyiasati kenaikan harga tersebut.

3)      inflasi karena pengaruh impor (imported inflation).
Inflasi yang terjadi karena naiknya harga barang di negara-negara asal barang itu, sehingga terjadi kenaikan harga umum di dalam negeri.
Contohnya : Naiknya harga elektronik impor di luar negeri sana, berpengaruh kepada dalam negeri juga juga yang menyebabkan kenaikan harganya.

Analisis Pendapatan Nasional untuk Perekonomian tertutup Sederhana dan pertumbuhan Ekonomi


Pertumbuhan ekonomi adalah proses dimana terjadi kenaikan pendapatan nasional. Definisi pertumbuhan ekonomi yang lain adalah bahwa pertumbuhan ekonomi terjadi bila ada kenaikan output perkapita. Pertumbuhan ekonomi menggambarkan kenaikan taraf hidup diukur dengan output riil per orang.

Inflasi
Inflasi adalah indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-memengaruhi.

Hubungan antara pertumbuhan ekonomi, inflasi dan pengangguran.
Salah Satu masalah jangka pendek dalam ekonomi yaitu inflasi, pengangguran dan neraca pembayaran. Inflasi (inflation) adalah gejala yang menunjukkan kenaikan tingkat harga umum yang berlangsung terus menerus.

Ada tiga jenis inflasi yaitu :

1)      inflasi tarikan permintaan (demand-pull inflation)

Inflasi yang disebabkan karena adanya kenaikan permintaan agregat yang sangat besar dibandingkan dengan jumlah barang dan jasa yang ditawarkan. Inflasi tarikan permintaan biasanya berlaku pada saat perekonomian mencapai tingkat penggunaan tenaga kerja penuh dan pertumbuhan ekonomi berjalan dengan pesat (full employment and full capacity).
Contohnya : adanya kenaikan permintaan barang dari konsumen yang melebihi produksi

2)      inflasi desakan biaya (cost-push inflation)

Inflasi yang terjadi sebagai akibat dari adanya kenaikan biaya produksi yang pesat dibandingkan dengan tingkat produktivitas dan efisiensi, sehingga perusahaan mengurangi supply barang dan jasa.
Contohnya : Dalam suatu perusahaan mobil, terdapat beberapa komponen seperti mesin dll, nah mesin. Komponen mesin itu mengalami kenaikan harga sehingga pabrik harus mengurangi produksi untuk menyiasati kenaikan harga tersebut.

3)      inflasi karena pengaruh impor (imported inflation).
Inflasi yang terjadi karena naiknya harga barang di negara-negara asal barang itu, sehingga terjadi kenaikan harga umum di dalam negeri.
Contohnya : Naiknya harga elektronik impor di luar negeri sana, berpengaruh kepada dalam negeri juga juga yang menyebabkan kenaikan harganya.